Rabu, 13 Januari 2010

Aktuator PWM

Gerakan pada aktuator pneumatik pada umumnya hanya dapat berhenti pada kedua ujung terminalnya. Dengan tujuan melebarkan aplikasi dari sistem pneumatik maka pada penelitian ini dikembangkan sistem kontrol yang memampukan sebuah aktuator pneumatik untuk dapat berhenti pada setiap posisi sepanjang langkahnya.
Katup solenoid on-off 3/2 dengan sinyal PWM diuji coba untuk digunakan menggantikan katup servo proporsional dengan pertimbangan lebih ekonomis. Sedangkan algoritma kontrol yang diujicoba adalah Kontrol Konvensional dan Kontrol Fuzzy.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa periode PWM yang terjadi masih cukup besar dan efek pegas udara bertekanan pada sistem pneumatik menghalangi penerapan Kontrol Konvensional (PID) untuk dapat bekerja dengan baik. Sedangkan penggunaan Kontrol Fuzzy menghasilkan nilai steady state error yang cukup baik (dengan angka maksimal 1 quanta level pembacaan encoder).
Aktuator pneumatik menawarkan beberapa keuntungan untuk aplikasi-aplikasi di industri manufaktur, antara lain karena gerakannya yang cepat dan murah jika dibandingkan dengan jenis lainnya, seperti hidraulik atau motor listrik. Secara umum, untuk gerak linier, aktuator dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: aktuator linier pneumatik, aktuator linier hidraulik dan motor listrik linier. Masing-masing jenis aktuator linier tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan. Sayangnya kelebihan aktuator linier pneumatik yang cukup menonjol, yaitu kemampuan gerak liniernya yang cepat, tidak diimbangi dengan kemampuan untuk berhenti pada setiap posisi geraknya. Aktuator linier pneumatik hanya dapat berhenti pada kedua ujung (endpoint)-nya. Sehingga sistem kontrol yang umum digunakan adalah Bang-bang. Sedangkan untuk dapat berhenti pada setiap posisi gerakannya dibutuhkan sistem kontrol yang lebih ekstra, yaitu sistem kontrol umpan balik dengan menggunakan katup proporsional Tetapi karena desain dari katup ini sendiri sangat komplek maka harganya sangat mahal, dan sebagai alternatif lain yang lebih murah adalah dengan mengfungsikan dua buah katup on/off sebagai ganti katup servo proporsional. Harga satu buah katup tersebut hanya sekitar 15% dari katup proporsional. [sumber: Festo]
Penggunaan dua buah katup on/off 3/2 dimungkinkan apabila sinyal input untuk katup tersebut berupa sinyal PWM (Pulse Width Modulation), serta kedua katup tersebut diatur dengan fase saling berlawanan.
Akibat sulitnya memodelkan sistem pneumatik maka untuk algoritma kontrolnya, penggunaan kontrol fuzzy logic masih merupakan solusi yang diunggulkan dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan kontrol fuzzy logic tidak bergantung pada model matematika sistem tetapi lebih didasarkan pada logika pengalaman, seperti penentuan jumlah input membership function, bentuk membership function dan rule base yang akan dipakai.





BAB II
Teori Penunjang

2.1 Metodologi Penelitian
Kontrol posisi aktuator pneumatik sedikitnya membutuhkan beberapa komponen inti, seperti unit sensor, unit penguat dan unit kontroler. Pada gambar berikut ini adalah skema rangkaian dari komponen-komponen inti tersebut.

Gambar 1. Skema Rangkaian Dasar Sistem Kontrol Umpan Balik Aktuator Pneumatik
Sistem kontrol umpan balik mutlak diperlukan untuk keperluan ini. Sinyal umpan balik dari unit sensor akan dibandingkan dengan sinyal target oleh unit kontroler. Seterusnya sinyal tersebut akan dikondisikan dan dikuatkan sebelum akhirnya sampai pada katup pneumatik untuk mengatur gerakan aktuator pneumatik.
Sistem umpan balik dari sensor yang sampai pada katup pneumatic akan secara otomatis mengatur gerakan actuator pneumatic. Tujuannya agar pengontrolan dapat berlangsung secara teratur.
Berdasarkan rangkaian pneumatik umpan balik seperti pada gambar di atas, maka untuk tujuan pengontrolan posisi aktuator pneumatik linier dengan penggunaan katup solenoid on/off 3/2,

Beberapa kondisi dan kerja yang harus dilakukan agar sistem pneumatik umpan balik seperti pada gambar di atas dapat berjalan adalah sebagai berikut:
 Terdapat sensor posisi yang dilengkapi dengan unit antar muka (interface) yang berguna untuk mendapatkan informasi posisi dari piston dan mengubahnya menjadi sinyal yang dimengerti oleh unit kontroler.
 Perancangan sebuah algoritma kontrol buka-tutup katup yang mengatur pergerakan posisi dan kecepatan dari piston seperti yang diinginkan.
 Implementasi dari algoritma kontrol dengan pemrograman mikrokontroler (unit kontrol) untuk sistim pneumatik yang telah dibuat.
 Disain sebuah unit penggerak untuk menguatkan sinyal output yang berasal dari mikrokontroler, untuk menggerakkan piston.
 Untuk mengontrol pergerakan piston pneumatik, mikrokontroler membutuhkan input eksternal informasi posisi yang diinginkan operator,
2.2 Cara Kerja dan Spesifikasi Sistem Percobaan
Secara ringkas cara kerja dan spesifikasi sistem pneumatik yang dirancang (seperti pada gambar di atas) adalah sebagai berikut: Sebuah silinder aksi ganda jenis rodless (1), dengan panjang 500 mm, digunakan sebagai aktuator pneumatik yang akan diatur pergerakaannya (posisi). Gambar dari silinder tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. Tipe Silinder Pneuamtik Aksi Ganda yang Digunakan, Rodless
Silinder pneumatik tersebut dikopel secara langsung dengan sebuah potensiometer linier (5) yang difungsikan sebagai unit sensor (displacement encoder) dari pergerakan silinder tersebut. Panjang potensiometer tersebut disamakan dengan panjang silinder pneumatik, yaitu 500 mm dan mempunyai tingkat resolusi 10 µm dan nilai tahanan maksimum 5KΏ. Nilai resistansi dari potensiometer tersebut akan berubah-ubah sesuai dengan gerakan silinder pneumatik. Dengan memberikan catu daya pada potensiometer tersebut maka nilai-nilai resistansi tadi akan dikonversi menjadi nilai-nilai tegangan. Sinyal berupa tegangan ini adalah sinyal analog dan harus diubah terlebih dahulu menjadi sinyal digital, dengan cara mengumpankannya ke sebuah Analag to Digital Converter (ADC) (6), sebelum akhirnya masuk ke unit kontroler (7) (mikrokontroler Basic Stamp 2P). Integrated Circuit (IC) ADC yang dipakai adalah IC 0831, yang merupakan 8 bit ADC. Sehingga pergerakan full range silinder pneumatik akan menghasilkan kesensitifan pembacaan sebesar 500/256, yaitu kurang lebih 1,96 mm per pembacaan sinyal data (quanta level). Dua gambar di bawah ini adalah gambar potensimeter linier tersebut beserta dengan gambar rangkaian ADC-nya.


Gambar 3. Potensiometer Linier


Gambar 4. Skema Unit Sensor (Potensimeter Linier dan ADC)
Sinyal digital dari unit sensor ini adalah sinyal umpan balik yang akan diterima oleh unit kontroler untuk dibandingkan dengan sinyal setting dari operator. Nilai error dari kedua sinyal inilah yang akan dipakai sebagai dasar bagi unit kontroler untuk memberikan sinyal keluaran berupa Pulse Witdh Modulation (PWM) bagi katup pneumatik solenoid on/off 3/2 (2). Ada 2 buah katup pneumatik solenoid on/off 3/2 yang dipasang pada masing-masing port silinder pneumatik. Keduanya diberi sinyal PWM yang mempunyai fase berlawanan. Sehingga dengan mengatur duty cycle dari kedua katup tersebut maka pergerakan dari silinder pneumatik dapat dikendalikan. Berikut ini adalah gambar katup solenoid on/off 3/2 beserta dengan gambar simbolnya.


Gambar 5. Kiri: Katup Solenoid 3/2.
Kanan: Simbolnya
Oleh karena sinyal digital PWM dari unit kontroler masih lemah, maka sinyal ini hanya difungsikan sebagai sinyal masukan dari rangkaian transistor yang berfungsi sebagai penguat dan relay.
Sebagai unit kontroler, yang mana tempat diimplementasikannya algoritma kontrol yang diusulkan, digunakan DT-Basic Mini System dengan Basic Stamp 2P sebagai prosesornya. Sebagai kontroler, DT-Basic Mini System mempunyai tugas sebagai berikut:
 penentu besaran error
 pengeksekusi algoritma kontrol
 generator sinyal PWM bagi katup solenoid 3/2.

Algoritma enetika optimasi jadwal kuliah

Penjadwalan kegiatan belajar mengajar dalam suatu kampus adalah hal yang rumit. Permasalahan yang sering disebut dengan University Timetabling Problems (UTP) ini. selain dilihat dari sisi mahasiswa, juga harus dilihat dari sisi dosen, yaitu kemungkinan kemungkinan dosen akan mengampu lebih dari satu mata kuliah yang ada, sebab ada kemungkinan jumlah mata kuliah dan jumlah dosen tidak sebanding, sehingga harus dipikirkan juga solusi agar dosen tidak mengampu dua mata kuliah berbeda pada hari dan jam yang sama. Selain itu, harus dipertimbangkan juga ketersediaan kelas sehingga kegiatan belajar dapat dilaksanakan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan algoritma genetik. Algoritma genetik merupakan pendekatan komputasional untuk menyelesaikan masalah yang dimodelkan dengan proses biologi dari evolusi. Diharapkan dengan digunakannya algoritma genetik akan diperoleh optimasi penjadwalan yaitu kondisi dimana terjadi kombinasi terbaik untuk pasangan mata kuliah dan dosen pengajar secara keseluruhan, tidak ada permasalahan bentrokan jadwal pada sisi mahasiswa, serta ketersediaan ruang yang cukup dan sesuai secara fasilitas untuk seluruh mata kuliah yang ada.
Penjadwalan kegiatan belajar mengejar di suatu kampus merupakan pekerjaan yang tidak mudah.Terdapat berbagai aspek yang berkaitan dalam penjadwalan tersebut yang harus dilibatkan dalam pertimbangan di antaranya :
1. Terdapat jadwal-jadwal di mana dosen yang bersangkutan tidak bisa mengajar
2. Tidak boleh adanya jadwal kuliah yang beririsan dengan jadwal kuliah angkatan sebelumnya maupun sesudahnya, sehingga mahasiswa dapat mengambil mata kuliah angkatan sebelumnya maupun sesudahnya.
3. Distribusi jadwal perkuliahan diharapkan dapat merata tiap harinya untuk setiap kelas.
4. Pekerjaan penjadwalan mata kuliah ini akan semakin berat jika melibatkan semakin banyak kelas per angkatannya.
Di samping aspek-aspek di atas, dalam penyusunan jadwal kuliah ini pun terdapat sangat banyak kemungkinan yang selayaknya dicoba untuk menemukan penjadwalan yang terbaik. Karena itu dibutuhkan metode optimasi yang dapat diterapkan untuk mengerjakan penjadwalan mata kuliah ini.












BAB II
TEORI PENUNJANG
2.1 Pengertian Algoritma Genetik
Algoritma ini ditemukan di Universitas Michigan, Amerika Serikat oleh John Holland (1975) melalui sebuah penelitian dan dipopulerkan oleh salah satu muridnya, David Goldberg. Algoritma genetik adalah algoritma yang berusaha menerapkan pemahaman mengenai evolusi alamiah pada tugas-tugas pemecahan-masalah (problem solving). Pendekatan yang diambil oleh algoritma ini adalah dengan menggabungkan secara acak berbagai pilihan solusi terbaik di dalam suatu kumpulan untuk mendapatkan generasi solusi terbaik berikutnya yaitu pada suatu kondisi yang memaksimalkan kecocokannya atau lazim disebut fitness. Generasi ini akan merepresentasikan perbaikanperbaikan pada populasi awalnya. Dengan melakukan proses ini secara berulang, algoritma ini diharapkan dapat mensimulasikan proses evolusioner. Pada akhirnya, akan didapatkan solusi-solusi yang paling tepat bagi permasalahan yang dihadapi. Untuk menggunakan algoritma genetik, solusi permasalahan direpresentasikan sebagai khromosom. Tiga aspek yang penting untuk penggunaan algoritma genetik:
2.1.1. Definisi fitness function
2.1.2. Definisi dan implementasi representasi genetik
2.1.3. Definisi dan implementasi operasi genetic

Jika ketiga aspek di atas telah didefinisikan, algoritma genetik generik akan bekerja dengan baik. Tentu saja, algoritma genetik bukanlah solusi terbaik untuk memecahkan segala masalah. Sebagai contoh, metode tradisional telah diatur untuk untuk mencari penyelesaian dari fungsi analitis convex yang “berperilaku baik” yang variabelnya sedikit. Pada kasus-kasus ini, metode berbasis kalkulus lebih unggul dari algoritma genetik karena metode ini dengan cepat menemukan solusi minimum ketika algoritma genetik masih menganalisa bobot dari populasi awal. Untuk problemproblem ini pengguna harus mengakui fakta dari pengalaman ini dan memakai metode tradisional yang lebih cepat tersebut. Akan tetapi, banyak persoalan realistis yang berada di luar golongan ini. Selain itu, untuk persoalan yang tidak terlalu rumit, banyak cara yang lebih cepat dari algoritma genetik. Jumlah besar dari populasi solusi, yang merupakan keunggulan dari algoritma genetik, juga harus mengakui kekurangannya dalam dalam kecepatan pada sekumpulan komputer yang dipasang secara seri –fitness function dari tiap solusi harus dievaluasi. Namun, bila tersedia komputer-komputer yang paralel, tiap prosesor dapat mengevaluasi fungsi yang terpisah pada saat yang bersamaan. Karena itulah, algoritma genetic sangat cocok untuk perhitungan yang paralel.

2.2 Teknik Penggunaan Algoritma Genetik
Algoritma genetik dimulai dengan sekumpulan set status yang dipilih secara random, yang disebut populasi. Algoritma ini mengkombinasikan dua populasi induk. Setiap status atau individual direpresentasikan sebagai sebuah string.



Fitness function
Setiap individual dievaluasi dengan fitness function. Sebuah fitness function mengembalikan nilai tertinggi untuk individual yang terbaik. Individu akan diurutkan berdasarkan nilai atau disebut dengan selection.

Crossover
Untuk setiap pasang induk, sebuah titik crossover akan dipilih secara random dari posisi dalam string. Pada gambar titik crossover terletak pada indeks ketiga dalam pasangan pertama dan setelah indeks kelima pada pasangan kedua.

Mutasi
Pada mutasi, tiap lokasi menjadi sasaran mutasiacak, dengan probabilitas independen yang kecil. Sebuah digit dimutasikan pada anak pertama, ketiga, dan keempat.Algoritma genetik mengkombinasikan suatu kecenderungan menaik dengan pengeksplorasian acak di antara thread pencarian paralel. Keuntungan utamanya,bila ada, datang dari operasi crossover. Namun, secara matematis dapat tunjukkan bahwa bila posisi dari kode genetik di permutasikan di awal dengan urutan acak, crossover tidak memberikan keunggulan. Secara intuisi, keuntungannya didapat dari kemampuan crossover untuk menggabungkan blok-blok huruf berukuran besar yang telah berevolusi secara independen untuk melakukan fungsi yang bermanfaat sehingga dapat menaikkan tingkat granularity di mana pencarian dilakukan.


Schema
Teori dari algoritma genetik menjelaskan cara kerjanya menggunakan ide dari suatu schema, suatu substring di mana beberapa posisi tidak disebutkan. Dapat ditunjukkan bahwa, bila fitness rata-rata dari schema berada di bawah mean maka jumlah instansiasi dari schema di dalam populasi akan bertambah seiring bertambaahnya waktu. Jelas sekali bahwa efek ini tidak akan signifikan bila bit-bit yang bersebelahan sama sekali tidak berhubungan satu sama sekali, karena akan ada beberapa blok kontigu yang memberikan keuntungan yang konsisten. Algoritma genetik paling efektif dipakai bila schema-schema berkorespondensi menjadi komponen berati dari sebuah solusi. Sebagai contoh, bila string adalah representasi dari sebuah antena, maka schema merepresentasikan komponen-komponen dari antena, seperti reflector dan deflector. Sebuah komponen yang baik cenderung akan berkerja baik pada rancangan yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa penggunaan algoritma genetik yang benar memerlukan rekayasa yang baik pada representasinya.
Gambar 1.



Proses Data Input
Agar dapat diproses dalam algoritma ini Tabel Mata Kuliah, Tabel Dosen, Tabel Kelas dan Tabel Ruang harus digabungkan terlebih dahulu menjadi Tabel Prioritas Mata Kuliah. Untuk menjadwalkan suatu Mata Kuliah, perlu mempertimbangkan jadwal waktu dosen, kelas dan ruangan yang tersedia. Maka setiap mata kuliah akan memiliki banyaknya pilihan penjadwalan yang berbeda. Bisa jadi ada mata kuliah yang memiliki tiga pilihan hari dan bisa jadi ada mata kuliah yang hanya memiliki satu pilihan hari saja. Tabel Prioritas Mata Kuliah berisikan banyaknya tingkat pilihan penjadwalan dari setiap mata kuliah yang ada serta telah diurutkan dari mata kuliah yang paling sedikit pilihan penjadwalannya hingga mata kuliah yang terbanyak pilihan penjadwalannya. Dari proses ini diharapkan tidak ada mata kuliah yang tidak dapat teralokasikan penjadwalannya dikarenakan pada jadwal jadwal yang memungkinkan bagi mata kuliah tersebut telah digunakan oleh mata kuliah lainnya.

Pembuatan Kromosom dan Populasi
Berdasarkan urutan dari Tabel Prioritas Mata Kuliah, setiap mata kuliah akan dijadwalkan ke dalam Tabel Jadwal Mata Kuliah secara acak. Agar diketahui apakah pada waktu tersebut dosen,
kelas, maupun ruangan dapat digunakan untuk melaksanakan perkuliahan, maka Tabel Dosen, Tabel Ruang, dan Tabel Kelas untuk setiap mata kuliah serta Tabel Mata Kuliah harus dipetakan terlebih dahulu dalam Tabel Jadwal Mata Kuliah.

Selasa, 05 Januari 2010

ANALISA INTERFERENSI FM TERHADAP LINK TRANSMISI SATELIT INTERMEDIATE DATA RATE

ANALISA INTERFERENSI FM TERHADAP LINK TRANSMISI SATELIT INTERMEDIATE DATA RATE

Dr.Ing. Mudrik Alaydrus dan Zubair
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Industri, Universitas Mercubuana

Abstrak- Sistem komunikasi satelit pada hakekatnya adalah sistem transmisi gelombang radio, dimana satelit merupakan repeater tunggal. Pada sistem komunikasi satelit banyak ditemukan gangguan-gangguan, diantaranya adalah interferensi FM. Interferensi ini disebabkan oleh stasiun bumi yang terinduksi oleh frekuensi radio FM dengan range 88 – 108 MHz, induksi radio FM ini masuk melalui kabel IF.
Pada tugas akhir ini dianalisa akibat yang ditimbulkan oleh interferensi FM ini terhadap link satelit dengan perhitungan link budget. Nilai C/N total carrier IDR sebesar 11,857 dB. Dan C/N total setelah terinterferensi FM sebesar 10,757 dB. Nilai C/N total turun sebesar 1,1 dB. Hal ini berakibatkan pada performansi link satelit


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem komunikasi satelit pada hakekatnya adalah sistem transmisi gelombang radio, dimana satelit merupakan sebuah repeater tunggal. Prinsip dasar sistem komunikasi satelit adalah suatu terminal sinyal dikirim ke stasiun bumi, kemudian dari stasiun bumi sinyal tersebut dipancarkan ke satelit. Pada komunikasi satelit ditemukan banyak gangguan atau interferensi salah satunya adalah interferensi radio FM. Interferensi ini disebabkan oleh stasiun bumi yang terinduksi oleh frekuensi radio FM dengan range 88 – 108 MHz sehingga terpancarkan ke satelit. Interferensi radio FM ini menginduksi melalui kabel IF yang mengakibatkan menganggu carrier yang terdapat pada transponder dan besar nilai C/N total akan berdampak terhadap perhitungan link budget

1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan Tugas Akhir ini adalah untuk:
a. Mengamati dan menganalisa terjadinya interferensi radio FM pada stasiun bumi.
b. Menganalisa pengaruh yang ditimbulkan akibat interferensi radio FM.
1.3 Batasan Masalah
Dalam Tugas Akhir ini diberikan pembatasan-pembatasan masalah sebagai berikut:
a. Sistem dan satelit adalah Telkom-1
b. Tidak membahas modulasi FM
c. Range frekuensi FM yang dipakai adalah 88-108 MHz
d. Jenis modulasi yang dipakai 8-PSK
e. Band frekuensi yang digunakan adalah C band

II. SISTEM KOMUNIKASI SATELIT

2.1 Latar Belakang
Teknologi satelit berawal dari tulisan Arthur C. Clarke (1945) yang berjudul Extra Terrestrial Relays, tulisan ini muncul karena adanya keterbatasan jarak untuk transmisi radio terrestrial (permukaan bumi. Pada dasarnya komunikasi melalui satelit adalah sama dengan sistem radio microwave dengan sebuah pengulang. Dimana pengulang yang berupa satelit yang mengorbit bumi dengan jarak 36.000 km (22,300 mil) dari permukaan bumi. Gambar berikut merupakan ilustrasi sistem komunikasi satelit mengelilingi permukaan bumi dengan banyak satelit pada orbit geostationer (GEO) sehingga dapat menjangkau hampir seluruh permukaan bumi

Gambar 1 Sistem Komunikasi Satelit

Secara garis besar sistem komunikasi satelit terdiri atas 2 komponen, ground segmen (user terminal, stasiun bumi dan jaringan) dan space segmen (power supply, kontrol temperature, telemetry, tracking dan command / TT&C) . Arsitektur sistem komunikasi satelit terlihat pada gambar


Gambar 2. Arsitektur sistem komunikasi satelit

2.1.1 Space Segmen
Pada dasarnya sebuah satelit adalah benda angkasa yang mengelilingi benda angkasa lainya. Untuk dapat melaksanakan tugasnya memancarkan kembali (relaying) sinyal-sinyal yang diterima dari bumi maka suatu satelit didukung oleh perangkat yang handal



2.1.2 Ground Segmen
Pada dasarnya stasiun bumi adalah jaringan lanjutan untuk menuju pemakai, seperti sentral telepon, pusat komputer ataupun televisi. Untuk terciptanya suatu komunikasi maka pada stasiun bumi dibutuhkan perangkat pendukung, seperti yang terlihat pada gambar


Gambar 3.Blok Diagram Stasiun Bumi

2.2 Broadcast FM
Pada siaran radio dalam pengopersiannnya menggunakan teknik modulasi, dimana sinyal yang menumpang adalah sinyal suara, sedangkan yang ditumpangi adalah sinyal radio yang disebut sinyal pembawa (carrier). Teknik modulasi yang sering dipakai adalah FM dan AM. Alokasi frekuensi sinyal carrier untuk siaran FM ditetapkan pada frekuensi 88 – 108 MHz kecuali untuk negara jepang dan rusia. Jepang menggunakan range frekuensi FM, 76 – 90 MHz

2.3 Satelit Link Budget
Link budget merupakan parameter penting dalam perancangan link komunikasi satelit
Untuk menghitung suatu link budget maka komponen yang harus diperhatikan adalah payload satelit, stasiun bumi dan jalur propagasi.
1. Komponen payload satelit
Komponen payload satelit adalah komponen yang terdapat dalam satelit yang berfungsi untuk proses komunikasi. Secara garis besar parameter payload terdiri atas 2 bagian, yaitu
• Parameter sisi transmit satelit
• Parameter sisi receive satelit
2. Komponen stasiun bumi
Komponen stasiun bumi terdiri dari beberapa parameter yaitu:
• Carrier data yang mencangkup tipe modulasi dan data rate
• Frekuensi uplink dan downlink
• Letak koordinat stasiun bumi (longitude dan latitute) yang mempengaruhi azimut dan elevasi dari posisi antena pada stasiun bumi.
• Gain antena stasiun bumi pada sisi transmit (Tx) dan receive (Rx), yang dipengaruhi oleh diameter dan efisiensi antena.
3. Komponen jalur propagasi
• Free space loss (redaman ruang bebas)
• Rain attenuation (redaman hujan)
• Atmosfer attenuation (redaman atmosfer)
• Pointing loss


2.3.1 Link Intermediate Data Rate (IDR)
Link IDR ini merupakan perhitungan parameter-parameter data carrier yaitu carrier (info rate) dan jenis modulasi yang dipakai (QPSK, 8PSK, 16QAM) akan menentukan besarnya C/N yang dibutuhkan untuk dapat mengirim sinyal dengan baik.

…………….. (2.1)
Dimana,

Data rate{R} = Info rate + Overhead (bps)………(2.2)
Transmission rate {Tr}= (bps)……. (2.3)
Symbol rate (Sps) = . (2.4)
Bandwidth(Hz)= (2.5)
= 0.2 (BW occupied)
0.4 (BW allocated)
Indeks modulasi {n} = 1 (BPSK)
2 (QPSK)
3 (8PSK)
4 (16QAM)
Forward Error Correction {FEC} =

2.1.1 Penguatan Antena Stasiun Bumi (Gant)
Gant (dB)= 20,4 + 20 log f + 20 log D + 10 log ... (2.6)
Dimana :
f = frekuensi (GHz)
D = diameter antena (m)
= effiesiensi antena (%)

2.1.2 Elevasi Stasiun Bumi

Elevasi (deg) =
a tan ………...…. (2.7)
Dimana:
= latitude stasiun bumi (degree)
= longitude stasiun bumi (degree)
= longitude satelit (degree)
= -
RE = radius bumi (km)
h = tinggi GSO (km)

2.1.3 Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)
EIRP merupakan daya maksimum gelombang sinyal mikro yang dihasilkan oleh antenna transmitter.

EIRPsb (dBW)= Pt + Gtx – Feed loss ……………... (2.8)

Dimana :
Pt = Daya pancar HPA (dBW)
Gtx = Penguatan antenna pemancar (dB)

2.1.4 Figure of Merit (G/T)
G/T merupakan perbandingan antara penguatan penerimaan antenna dengan noise temperature sistem penerimaan yang menunjukan kualitas suatu sistem penerimaan sinyal.

Gambar 4 Konfigurasi Antena Receiver

G/T dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
G/T (dB/Ko) = GR – 10 * log Ts ......................... (2.9)

Dimana :
GR = Gant rx – feed loss
Ts = Tin + TLNA , Ts : Temperatur sistem
Tin =

2.1.5 Redaman Propagasi
Redaman propogasi terjadi akibat penggunaan media transmisi berupa udara (atmosfer) dan melalui ruang hampa (diluar angkasa). Redaman propagasi terdiri dari:
1. Redaman ruang bebas (Free Space Loss)
Redaman ruang bebas muncul akibat perambatan sinyal dari pemancar ke penerima melalui ruang hampa pada komunikasi satelit. Besarnya nilai FSL berkisar ~ 196 – 200 dB dan dapat dihitung dengan persamaan berikut:

FSL (dB) = 32,45 + 20 log f + 20 log d .................(2.10)

Dimana :
F = frekuensi (MHz)
d = jarak antara stasiun bumi ke satelit (km)

2. Redaman Hujan (Rain Attenuation)
Redaman hujan ini dipengaruhi oleh frekuansi yang digunakan, curah hujan dan jarak lintasan propagasi yang melalui hujan.
Koefisien Rain Rate
Frekuensi Ah Av Bh Bv
2 0.000154 0.000138 0.963 0.923
4 0.00065 0.000591 1.121 1.075
6 0.00175 0.00155 1.308 1.265
7 0.00301 0.00265 1.332 1.312
8 0.00454 0.00395 1.327 1.31
9 0.0101 0.00887 1.276 1.264
12 0.0188 0.0168 1.217 1.2
15 0.0367 0.0355 1.154 1.128
20 0.0751 0.0691 1.099 1.065
Secara geometri link dari stasiun bumi ke satelit dan sebaliknya yang dipengaruhi oleh hujan seperi gambar berikut.

Alur menghitung redaman hujan adalah sebagai berikut:
• Menentukan ketinggian hujan efektif (hR), menggunakan persamaan:
hR(km)= ............ (2.11)
dimana :
= posisi lintang stasiun bumi (deg)
• Menghitung panjang slant path yang terpengaruh hujan (Ls), menggunakan persamaan:
Ls (km) = untuk ... (2.12)

Ls (km) = untuk ... (2.13)

Dimana :
hs = tinggi rata-rata permukaan laut dengan stasiun bumi (km)
= sudut elevasi (degree)
hR = tinggi efektif hujan (Km)

• Menghitung proyeksi horizontal panjang slant pacth yang dipengaruhi hujan (LG), menggunakan persamaan:
LG (km) = Ls cos θ .................................. (2.14)

• Menentukan intensitas laju curah hujan (rain rate intensity) untuk persentase 0,01 % (r0,01) sesuai lokasi stasiun bumi. Intensitas curah hujan mengacu pada pembagian daerah yang telah ditentukan ITU misalnya: Asia, Oceania dan Australia sesuai tabel berikut:

Untuk wilayah indonesia masuk dalam daerah P dengan R0,01 sebesar 145 mm/h.Menghitung faktor reduksi (r0,01) redaman hujan dengan persamaan:
R0,01 = ................................... (2.15¬)

• Menghitung koefisien regresi redaman hujan spesifik dan berdasarkan tabel koefisien regresi, menggunakan rumus:
α = .. (2.16)

= ..(2.17)

Untuk wilayah Indonesia menggunakan C-Band linier polarization
untuk circular polarization = 450
untuk vertical linier polarization = 900
untuk horizontal linier polarization = 00

• Menghitung koefisien redaman hujan (dB/km), dengan persamaan:
.................................. (2.18)

• Menghitung redaman hujan (A0,01) untuk 0,01 %, dengan persamaan:
A0,01 (dB) = ............... (2.19)
3. Redaman Atmosfer (Atmosfer Attenuation)
Besarnya Attmosfer Attenuation berkisar ~ 0,02 dB
4. Pointing Loss
Pointing error pada stasiun bumi merupakan sudut antara sumbu sorotan utama (main beam) antenna dengan arah satelit yang sebenarnya.
Berikut adalah persamaan untuk menghitung pointing loss:
Loss (dB) = ........................ (2.20)
.......................................... (2.21)
Dimana :
= pergerakan satelit dalam box keeping = 0,05 0
= panjang gelombang, = kecepatan cahaya (C) x frekuensi
C = 3 x 108 m/s2
5. Loss Propagasi
Loss propagasi tergantung jarak satelit ke stasiun bumi dan frekuensi kerja yang dipergunakan dalam link satelit. disamping itu juga dipegaruhi atmosfer dan redaman hujan.
Loss propagasi (dB) = Free space loss + Rain Att + Atmosfer Att + Pointing loss.............................(2.22)

2.1.6 Saturated Flux Density (SFD)
SFD merupakan rapat daya maksimum yang diterima oleh antenna satelit dari stasiun bumi yang menghasilkan nilai EIRPsaturasi dari sistem satelit. SFD dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
SFD(dBW/m2)= .............2.23)
Dimana:
d = jarak antara stasiun bumi ke satelit (km)

2.1.7 Power Flux Density (PFD)
Rapat daya densitas menunjukan besar daya yang dipancarkan suatu terminal dari bumi yang dapat diterima satelit. Untuk menghitung PFD dapat menggunakan rumus berikut:
PFD(dBW/m2) = EIRPsb + Spreding loss +Rain Att + Atmosfer Att...(2.24)
Dimana :
Spreding loss = 10 * log (4 d 2) = 162.12

2.1.8 Programmable Attenuation Device (PAD)
PAD merupakan redaman transponder yang ditambahkan pada rapat daya densitas (PFD) yang diterima satelit, sistem satelit secara otomatis meredam rapat daya yang diterima. Fungsi PAD untuk mengoptimalkan sinyal yang diterima satelit dan mengatur sensitifitas satelit terhadap rapat daya yang diterima sehingga tidak terjadi interferensi. Nilai PAD untuk satelit Telkom-1 adalah 10 dB.

2.1.9 Input Back-Off dan Output Back-Off
IBO dan OBO menunjukan penempatan titik kerja dibawah titik saturasi, yang masih berada pada kelilinieran daerah kerja dari penguat transponder satelit.
IBOcxr / OBOcxr merupakan IBO/OBO dari setiap carrier pada saat amplifier dibebani/dalam kondisi multi carrier. IBOcxr dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :
IBOcxr (dB) = SFD + PAD – PFD ……. (2.25)
OBOcxr (dB)= IBOcxr – (IBOagg – OBOagg). (2.26)
Dimana :
PAD = Programmable attenuation device (dB)
PFD = Power flux density (dBW/m2)
IBOagg = IBO aggremen (dB)
OBOagg = OBO aggremen (dB)

2.1.10 Carrier to Interference (C/I)
…………….. (2.27)

2.1.11 Carrier to Noise (C/N)
Carrier to noise merupakan perbandingan antara daya sinyal pembawa dengan derau yang diterima. Dalam sistem komunikasi satelit terdapat C/N uplink dan C/N down link sesuai persamaan berikut:
C/Nup (dB) = EIRPstasiun bumi – loss propagasiuplink + G/Tsatelit – K – B.. (2.28)
C/Ndn (dB) = EIRPsatelit – loss propagasidnlink + G/Tstasiun bumi – K – B.. (2.29)
Dimana :
K = konstanta boltzman (1,38 x 10-23 J/K = -228,6 dBW Hz/K)
B = bandwith occupation (Hz)
Setelah mengetahui nilai C/N uplink dan down link maka untuk mengetahui kualitas sinyal secara keseluruhan harus dihitung nilai C/N totalnya. Persamaan untuk mencari nilai C/N total adalah penjumlahan secara paralel dimana C/N dalam dB harus diubah ke bentuk decimal terlebih dahulu.
……..(2.30)
Agar komunikasi dapat berlangsung maka ditransmisikan harus berada di atas ambang. Perbedaan dalam dB antara ambang (minimum) dengan yang diharapkan disebut link margin. Besarnya link margin dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Linkmargin(dB)=

……………………….. (2.31)

3. INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR)

3.1 Interferensi Radio FM
Pada komunikasi satelit banyak ditemui gangguan-gangguan (interferensi) yang disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah interferensi radio FM. Interferensi radio FM adalah interferensi yang dimunculkan oleh stasiun bumi yang terinduksi oleh frekuensi FM (88 – 108 MHz) dan dipancarkan ke satelit. induksi ini terjadi melalui kabel IF yang berada antara modem dan up converter. Sumber gangguan interefensi FM adalah stasiun pemancar radio FM yang lokasinya dekat dengan stasiun bumi. Berdasarkan data tahun 2007 (Jan – Sep) gangguan radio FM merupakan penyumbang 9 % dari seluruh gangguan satelit telkom 1 dan telkom 2.

Penyebab interferensi radio FM adalah
• Untuk menerima frekuensi radio FM dibutuhkan sebuah antena. Jika konektor penghubung antara modem dan up converter tidak terpasang dengan baik maka dapat menjadi antena untuk masuknya frekuensi radio FM.
• Pemasangan grounding yang tidak baik (shielding)
• Pemasangan kabel IF kurang baik dan tidak dipastikan ulang.
• Jika stasiun bumi Stasiun bumi berdekatan dengan pemancar radio FM
• Kondisi kabel IF yang kurang baik dan tidak diketahui adanya kabel yang tidak terpasang sempurna
• Range frekuensi IF adalah 50 – 90 MHz dan mempunyai filter besar dari 40 Mhz, maka frekuensi radio FM yang masuk tidak bisa disaring sehingga terbawa ke satelit.


Gambar5. Carrier IDR dan Interferensi FM

Dampak gangguan radio FM
a. Terhadap stasiun bumi
• Beban (loading) HPA akan bertambah
• Beban up converter akan bertambah
• Carrier yang dikirim oleh stasiun bumi sumber interferensi mengalami degrasi
b. Terhadap satelit
• Beban (loading) transponder bertambah
• Mengganggu carrier yang beroperasi di transponder
• Dapat mengakibatkan transponder over saturasi
• Noise floor transponder naik
• Intermodulasi carrier di transponder

Langkah-langkah untuk mencari sumber gangguan radio FM
• Mendecode sinyal gangguan dengan spektrum analyzer yang memiliki fasilitas decoder FM/AM sehingga dapat diketahui nama pemancar, lokasi dan frekuensi radio FM.
• Menghubungi seluruh pelanggan yang mengoperasi disekitar lokasi pemancar radio FM
• Melakukan sweeping carrier dengan alat sweeper (horn 6 GHz) dengan jarak (± 5 Km) dari stasiun bumi yang terinterferensi radio FM
Tindakan perbaikan yang dilakukan terhadap intereferensi radio FM
• Memeriksa dan memastikan konektor IF terpasang sesuai standar
• Menganti kabel IF dengan kualitas standar
• Memasang komponen filter IF dengan lebar 40 MHz
• Memperbaiki grounding

3.2 Intermediate Data Rate (IDR)
Sistem IDR adalah sistem komunikasi digital melalui media satelit dengan teknologi transmisi digital sebagai pembawa data dan suara. Sistem IDR menggunakan modulasi QPSK memakai laju informasi mulai dari 64 hingga 2048 Kbit/s yang dibagi menjadi 64,128,192,384,512,1024,1544 dan 2048 kbit/s.


Secara garis besar perangkat sistem IDR merupakan standar umum stasiun bumi yang terdiri dari modem, up/down converter,LNA,HPA dan antena
3.2.1 Modem
Modem adalah suatu perangkat yang berfungsi untuk mengubah sinyal isyarat analog ke isyarat digital dan digital ke analog. Modem menggunakan bentuk modulasi digital, dan modulasi digital yang paling banyak dipakai adalah modulasi pergeseran frekuensi FSK (Frequency Shf Keying) dan QAM (Quadrature Amplitude Modulation). Berikut adalah gambar modem yang dipakai pada sistem komunikasi satelit

Penamaan teknik IDR sebenarnya terdapat pada bagian modem ini yang terdiri dari bebrapa unit yaitu overhead, scrambler/desclamber, FEC, encoder/decoder dan modulator/demodulator QPSK seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 6 Kanal Unit IDR

• Overhead
Overhead adalah penambahan bit informasi untuk keperluan enginer service circuit (ESC), yang merupakan perlengkapan komunikasi utama untuk manajemen carrier, operasi carrier dan berguna sebagai jalur koordinasi antar stasiun bumi. Penambahan overhead ini untuk informasi rate diatas 1544 Mbps yaitu sebesar 96 kbps
• Scrambler/Descrambler
Scrambler atau pengacak berfungsi untuk menstabilkan daya sinyal pembawa pada transponder satelit dan stasiun bumi agar tetap memancarkan sinyal walaupun tidak ada sinyal informasi. Descrambler atau anti pengacar berfungsi untuk membentuk kembali kode-kode yang telah diacak.
• Forward Error Corecction (FEC)
Sistem yang dapat mendeteksi dan mengkoreksi error adalah forward error correction (FEC).
• Modulator/Demodulator
Modulator berfungsi mengatur sinyal input sistem komunikasi (base band) menjadi IF. Sedangkan demodulator berfungsi mengubah sinyal IF menjadi sinyal base band.
3.2.2 Antena
Umumnya antena yang dipakai untuk komunikasi satelit adalah antena parabola jenis cassegrain.
3.2.3 High Power Amplifier (HPA)
HPA merupakan penguat akhir dari sinyal RF sebelum dipancarkan ke satelit.
3.2.4 Low Noise Amplifier (LNA)
Untuk menerima sinyal yang lemah dari satelit, antena stasiun bumi harus dihubungkan ke sebuah penerima dengan sensitivitas tinggi, misalnya penerima dengan thermal noise rendah.
3.2.5 Up/Down Converter
Up converter berfungsi mengubah sinyal IF 70 MHz menjadi RF 6 GHz. Down converter berfungsi untuk mengubah sinyal RF 4 GHz menjadi sinyal IF 70 MHz
4. ANALISA INTERFERENSI RADIO FM TERHADAP IDR

4.1 Interferensi Radio FM
4.1.1 Analisa Interferensi Radio FM
Seperti yang telah dijelaskan pada bab III bahwa interferensi FM disebabkan oleh frekuensi radio FM dengan range 88 – 108 MHz yang masuk melalui kabel IF yang berada antara modem dan up converter.
Interferensi FM menganggu link satelit yang berakibat terhadap nilai C/N total. Untuk menghitung dampak yang diakibatkan oleh interferensi ini terhadap link satelit maka dihitung carrier to interference (C/I) dengan rumus dibawah ini:

C/I (dB) = level carrier IDR (dBm) – level interferensi FM (dBm)

Dari pengukuran didapat level carrier IDR yaitu -16,14 dBm dan gambar 4.2 didapat level interferensi FM sebesar -35,40 dBm, sehingga C/I yang disebabkan oleh broadcast FM dapat dihitung, yaitu:
C/I FM (dB) = level carrier IDR (dBm) – level interferensi FM (dBm)
= -16,14 – (-35,40)
= 19,26 dB
Dari perhitungan diatas didapat nilai C/I FM berdampak terhadap C/N total dan link margin pada perhitungan link satelit.

4.1.2 Menentukan frekuensi Radio FM
Berdasarkan frekuensi data yang telah didapat maka bisa dijabarkan dengan gambar dibawah ini

Perhitungan memakai rumus
Frekuensi center transponder yang terinterfrensi radio FM (a) = 4120 MHz
Frekuensi interferensi radio FM pada transponder (b) = 4103,2 MHz

Frek interefensi radio FM (MHz)
= (90 + (70 – (a – b + 50)))
= (90 + (70 – (4120 – 4103,2 + 50)))
= (90 + (70 – 66,8)
= 93,2 MHz

Perhitungan manual
Transponder yang terinterferensi adalah transponder 11 H dengan range frekuensi 4100 – 4140 MHz. Frekuensi interferensi radio FM adalah 4103,2 MHz. Jarak interferensi radio FM pada transponder adalah 4103,2 – 4100 = 3,2. Untuk mendapatkan frekuensi FM maka 3,2 ditambahkan dengan frekuensi IF terdekat yaitu 90 Mhz, sehingga frekuensi radio FM adalah 90 + 3,2 = 93,2 MHz (frekuensi radio FM)

4.2 Analisa Terhadap Link Budget
4.2.1 Link Budget IDR
Perhitungan link budget IDR ini bertujuan untuk mengetahui performansi link modulasi digital. Parameter-parameter yang mempengaruhi performansi link modulasi digital yatu data carrier, jenis modulasi yang dipakai dan forward error correction (FEC).

Data Carrier
 Data rate (R) = Info Rate + Overhead
= 2048 Kbps + 96 Kbps
= 2144 Kbps
 Transmission rate (Tr) =

=

= 2858,667 Kbps
 Simbol rate =

=
= 952,889 Ksps

 Bandwidth occupation =
=
= 1143.467 KHz


 Bandwidth allocated =
=
= 1334,044 KHz
 C/N required =
= 6,7 dB + 10 Log
= 6,7 + 3,97
= 10,67 dB

4.2.2 Link Budget Stasiun Bumi
Untuk melakukan perhitungan Link Budget dibutuhkan parameter input stasiun bumi pemancar (TX) dan stasiun bumi penerima (RX
• Gain antena TX = 20,4 + 10 log (%) + 20 log d(m) +20 log f(GHz)
= 20,4 + 10 log 0,6 + 20 log 3,8 + 20 log 6,135
= 20,4 + (-2.218) + 11,595 + 15,756
= 45,533 dB
• Gain antena RX = 20,4 + 10 log (%) + 20 log d(m) +20 log f(GHz)
= 20,4 + 10 log 0,6 + 20 log 3,8 + 20 log 3,960
= 20,4 + (-2.218) + 11,595 + 11,953
= 41,731 dB
• Elevasi

= - 108 – (-106,93) = - 1,07 deg

EL = arc tan
= arc tan
= arc tan
= arc tan
= arc tan 1,728
= 59,955

• EIRPstasiun bumi = Pt + GTX – Feed loss
= 12.3 dBw + 45.533 dB – 1
= 56.833 dBW

• Figure of Merit (G/T)
GR = Gant rx – Feed loss
= 41,73 – 1
= 40,73

Ts = Tin + TLNA
=
= 70
G/T = GR – 10 Log Ts
= 40,73 – 10 Log 70
= 40,73 – 18,45
= 22,23 dB/0K

4.2.3 Redaman Propagasi
1. Redaman ruang bebas (Free space loss)
• FSLup link = 32,45 (dB) + 20 log f (MHz) + 20 log d (Km)
= 32,45 (dB) + 20 log 6135 + 20 log 36000
= 32,45 + 75,756 + 91,126
= 199,332 dB
• FSLdown link = 32,45 (dB) + 20 log f (MHz) + 20 log d (Km)
= 32,45 (dB) + 20 log 3960 + 20 log 36000
= 32,45 + 71,953 + 91,126
= 195,529 dB

2. Redaman hujan
• Ketinggian hujan efektif (hR)
hR = 4 km ( 00 < latitude stasiun bumi = -6,35 ≤ 360)
• Panjang slant path yang terpengaruh hujan (Ls)


= 4,620 km

• Proyeksi horizontal projection (LG)

= 4,620 * cos 59,0550
= 2,313 km

• Intensitas laju curah hujan (rain rate intensity) r0,01


= 0,905
• Koefisien regresi redaman hujan spesifik dan
=
=
=
= 0,00167

=
=
=
= 1,297
=
=
=
= 0,000613

=
=
=
= 1.093

• Koefisien redaman hujan


= 1,04 dB/km



= 0,141 dB/km

• Redaman hujan (Rain attenuation) A0,01
Rain attup =
= 1,04 x 4,620 x 0,905
= 4,34 dB
Rain attdn =
= 0,141 x 4,620 x 0,905
= 0,589 dB
3. Redaman atmosfer
Besarnya redaman atmosfer (atmosfer attenuation)berkisar ~ 0,02 Db

4. Pointing Loss
Peredaran satelit mengelilingi bumi dijaga dalam bos keeping ( ) sebesar 0,05 0
• Ponting loss TX =
= 12
= 0,037 dB
• Ponting loss TX =
= 12
= 0,015 dB
5. Loss Propagasi
• Loss propagasi uplink = FSLuplink + Rain attup + Atm attup + Pointing
= 199,332 + 4,34 + 0,02 + 0,037
= 203,729 dB
• Loss propagasi dnlink = FSLdnlink + Rain attdn + Atm attdn + Pointing
= 195,929 + 0,589 + 0,02 +0,015
= 196,553 dB

4.2.4 Perhitungan Data Satelit
Perhitungan mengenai data satelit meliputi PFD (Power Flux Density), IBO/cxr dan OBO/cxr. PFD menunjukan besarnya daya yang dipancarkan suatu terminal dari stasiun bumi yang dapat diterima oleh satelit.
• PFD = EIRPSB – Spreding loss – Rain attup – Atm attup
= 56,833 – 162,12 – 4,34 – 0,02
= - 109,647 dBW/m2
• IBOcxr = SFD + PAD – PFD
= -102,5 +10 –(-109,647)
= 17,147 dB
• OBOcxr = IBOcxr – (IBOagg – OBOagg)
= 17,147 – (3 – 2,5)
= 16,647 dB

• EIRPsatelit = EIRPsaturasi - OBOcxr
= 38 – 16,647
= 21,353 dB

4.2.5 Perhitungan Carrier to Noise Power Ratio (C/N)
Carrier-to-noise power ratio merupakan perbandingan antara sinyal pembawa dengan derau yang diterima. C/N banyak digunakan untuk sistem komunikasi satelit berfungsi sebagai penunjuk kualitas hubungan satelit. Parameter-parameter yang dibutuhkan untuk menghitung C/Ntotal sebagai berikut:
- EIRPSB = 56,833 dBW- Loss propagasidn= 196,553 dB
- EIRPSatelit= 21,353 dBW- Loss propagasiup= 203,729 dB
- G/TSB = 22,280 dB/oK - G/Tsatelit= 0,00 dB/oK
- OBO/cxr= 16,647 dB- Bandwidth occupied=1143,46 kHz

Perhitungan :
• C/Nuplink = EIRPsb - Loss propagasiup + G/Tsatelit – K - Bocc
= 56,833 – 203,729 + 0 – (-228,6) – 60,582
= 21,122 dB
• C/Ndnlink = EIRPsat - Loss propagasidn + G/Tsb – K - Bocc
= 21,353 – 196,553 + 22,28 – (-228,6) -60,582
= 15,098 dB
Setelah diketahui besar C/Nuplink dan C/Ndnlink , maka kita dapat menghitung C/Ntotal dengan mengetahui parameter C/I (Carrier to Interference) sebagai berikut:
- C/I Intermod earth station = 28 dB - C/I uplink ASI = 24 dB
- C/I Intermod satelit = 24 dB - C/I dnlink ASI = 24 dB
- C/I cross polarization = 30 dB


=
=
= 0,0277
• =
= 0,0075
• =
= 0,03

=
= 15,337
= 10 log (15,337) = 11,857 dB
• Link margin =
= 11,857 - 10,67
= 1,187 dB

4.2.6 Dampak Carrier to Interference (C/I) FM Terhadap C/N total
Berdasarkan data dan perhitungan pada sub bab 4.1.1 didapatkan nilai C/I FM adalah 19.26 dB, maka nilai C/N total (yang diakibatkan oleh interferensi FM) adalah:

=
= +0,0118
= 0,0465

=
= 11,9
=10 log (11,9) = 10,757 dB

• Link margin =
= 10,757 -10,67
= 0,87 dB
Dari hasil perhitungan didapat nilai C/N total dengan adanya interferensi FM sebesar 1,1 dB dan nilai link margin pun turun. Sehingga dengan adanya interferensi FM ini mengakibatkan nilai Eb/No turun dan kualitas komunikasi terganggu (BER).

V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari Tugas Akhir ini adalah :
a. Level carnier IDR yang terganggu oleh interferensi radio FM adalah sebesar -16,14 dB dengan C/N total sebesar 11,857 dB
b. Level interferensi FM sebesar -35,40 dB dari nilai ini didapat C/N total sebesar 10,757 dB
c. Nilai C/N total dan nilai C/N setelah terjadi interferensi radio FM perbedaannya sebesar 1.1 dB, dengan turunnya nilai C/N total maka kualitas link akan terganggu, untuk penanggulangan sementara adalah dengan menaikan daya dari HPA atau memindahkan carrier yang terinterferensi ke transponder lain

5.2 Saran
a. Adanya pengecekan rutin dengan pengukuran terhadap kualitas kabel IF sehingga interferensi FM dapat dicegah.
Tindakan pencegahan sementara interferensi radio FM terhadap carrier IDR adalah dengan menaikan daya atau memindahkan carrier tersebut ke frekuensi yang tidak terinterferensi radio FM

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Freeman, Roger L, Telecommunication Transmission handbooks, John Wiley & Sons. Inc, 1991
[2]. Radio International Consultative Commute, Satellite Communications, International Telecommunication Union, Geneva, 1988
[3]. Ha, Tri T, Digital Satellite Communications, Second Edition, Mc Graw-Hill, Singapore, 1990
[5]. NN,Materi Pelatihan Sistem Komunikasi Satelit, Telkom Training Center, Cibinong
[6]. NN, Buku Pedoman Operasi dan Pemeliharaan, Elektrindo Nusantara, PT Telkom

PERANCANGAN ROBOT PENGINTAI DENGAN VIDEO TRANSMITTER

PERANCANGAN ROBOT PENGINTAI
DENGAN VIDEO TRANSMITTER

Jaja Kustija dan Sri Purwianti
Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mercu Buana



These days, the Digital Electronics Industry was growth really fast, with many kind of innovation and invention with the complex industry target and we can see the result, there are many of digital electronics appliance which have been utilized various area, for the example on controller that all of its part using the digital system for the signal coding.
At appliance - comptroller in general still use the special room for watching area of around, and required some fruit of video and one video for every chambers to can watch every occurrence of place of the room. In consequence proposed the application of this for assisting in watcher, because we can implement this video and can watch with long distance. Because this device apply video available for implemented with long distance apply control transmitter as signal consignor and controller receiver as signal receiver, and processing data here apply microprocessor which allotment to be able to crank and programming language here as controller at PC apply two language Visual Basic for arranging or controller of movement of motor at device video watcher and linguistic assembly as controller at microprocessor in transmitter and receiver.
Takenly of this step can facilitate the us in pengontrolan place wanted without having to install the video of each; every room although place there is still cannot be reached with the video attached. With the application of this earn more profit that is minim of amount of videos and can facilitate we see place which have no reached if the videoes just attached by was wall.


1.1. TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan tugas akhir ini merancang dan membuat sebuah robot pengintai dengan video transmitter, dengan memanfaatkan microcontroller AT89S52 sebagai unit pengendali dan keyboard sebagai pengontrol, serta memanfaatkan paralel port sebagai pengiriman data.

1.2. LATAR BELAKANG
Telah kita ketahui bahwa di dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya manusia tidak dapat terlepas dari segudang pesawat elektronika, di zaman modern seperti sekarang inilah khususnya. Untuk berkomunikasi, mencari informasi, serta sebagai hiburan yang dapat ditampilkan secara audio maupun visual.
Sifat keingintahuan manusia membuatnya terus mengembangkan ilmunya, mempelajari lingkungan sekitarnya, tumbuhan, serta hewan-hewan. Tetapi pada saat keingintahuan itu terbentur pada satu kondisi, yaitu saat manusia tidak mungkin mendekati objek yang ingin ditelitinya, maka tersirat sebuah pemikiran untuk membuat sebuah alat pengintai yang dapat dikontrol dari jarak jauh, yaitu “ROBOT PENGINTAI DENGAN VIDEO TRANSMITTER.”.
Analisa dari suatu sistem digunakan untuk merancang alat yang diterapkan pada sistem. Dasar teori diperlukan untuk merencanakan sistem agar hasil yang didapat dari sistem sesuai dengan analisa dari teori penunjang.
Bab II menjelaskan teori yang digunakan pada tugas akhir dengan judul “ROBOT PENGINTAI DENGAN VIDEO TRANSMITTER.”. Dasar teori pada tugas akhir ini meliputi :

2.1. MOTOR DC
Motor merupakan penggerak atau aktuator yang mengubah besaran yang berupa tegangan menjadi sistem gerak mekanis. Prinsip-prinsip kerja dari motor DC seperti pada operasi kemagnetan dasar, dimana polaritas arus yang mengalir melalui kawat lilitan akan menentukan tempat kutub magnetic utara dan selatan pada kawat lilitan. Prinsip penting lainnya meliputi nilai arus yang mengalir melalui lilitan. Pada motor DC, nilai arus pada lilitan akan menentukan nilai torsi dan kecepatan, tangkai motor atau banyaknya putaran tiap menit (rotation per minute). Motor DC memiliki beberapa jenis konfigurasi untuk windings (coil) pada rotor dan armatur, yakni: motor seri, motor shunt dan motor gabungan. Motor seri dibuat untuk memindahkan beban dengan torsi awal yang tinggi. Motor shunt dibuat untuk kebutuhan akan suatu kecepatan yang konstan.
Dan motor gabungan digunakan untuk torsi awal yang tinggi dan pengontrollan dalam pengaturan kecepatan.

Gambar 1 Tampilan fisik salah satu motor DC
2.2. MIKROKONTROLLER
Mikrokontroller merupakan suatu komponen elektronika yang didalamnya terdapat rangkaian mikroprosesor, memori dan I/O. rangkaian tersebut terdapat dalam level chip atau sering disebut sebagai single chip microcomputer. Pada mikrokontroller sudah terdapat komponen-komponen mikroprosesor dengan bus–bus internal yang saling berhubungan. Komponen-komponen tersebut adalah ROM, RAM, Timer, Komponen I/O pararel dan serial dan interrupt kontroler
Adapun keunggulan dari mikrokontroller adalah adanya sistem interrupt. Sebagai kontrol penyesuaian, mikrokontroller perangkat tersebut harus harus melakukan hubungan switching cepat, menunda satu proses ketika adanya respon eksekusi yang lain.





























2.3. OPTO COUPLER

Opto coupler adalah saklar fotolistrik yang terdiri dari sebuah led yang memancarkan cahaya inframerah dan sebuah fototransistor. Untuk mendapatkan arus yang lebih besar dapat digunakan foto darlington sebagai pengganti, Led dan fototransistor termuat dalam satu pak dengan dua pak sambungan masukan dan dua sambungan keluaran. Pada saat logika “1” diumpamakan ke masukan maka led akan menghantar atau memancarkan sinar inframerah yang akan membuka basis transistor untuk menghasilkan arus keluaran. Supaya tersedia arus yang cukup untuk menggerakan led maka digunakan sebuah transistor.

Gambar 3 Simbol Opto Coupler.

















2.4. TUNER
















Gambar 4 . TV Tuner Internal

Perangkat ini merupakan perangkat blok yang digunakan sebagai penerima gambar dari video transmitter yang digunakan pada aplikasi disini.Tuner yang digunakan disini adalah tuner internal dimana kita harus menghidupkan PC untuk dapat mengaktifkan tuner beda halnya dengan tuner ekternal yang tak perlu menghidupkan PC agar dapat mengaktifkan tuner, tuner disini memanfaatkan slot PCI pada komputer dan harus melakukan penginstalan karena tuner disini terdapat softwarenya yang harus melakukan pengenalan pada PC karena tuner disini merupakan new hardware. Setelah melakukan penginstalan selesai maka tuner dapat digunakan, untuk mendapatkan tampilan yang maksimal maka dibutuhkan antenna.

2.6 BAHASA ASSEMBLY
Dalam pemrograman komputer dikenal dua jenis tingkatan bahasa, jenis yang pertama adalah bahasa pemrograman tingkat tinggi dan jenis kedua adalah bahasa pemrograman tingkat rendah. Bahasa pemrograman tingkat tinggi lebih berorientasi kepada manusia dan dapat langsung menginterprestasi pernyataan program.
Bahasa assembly membutuhkan program assembler untuk mengkonversi intruksi-intruksi ke dalam bahasa mesin.

2.6.1. Basis Bilangan
Penulisan angka baik sebagai alamat maupun data dalam pemrograman bahasa assembly dapat ditulis dalam bahasa desimal, biner, dan hexadesimal. Pada penulisan program angka desimal ditulis seperti biasa, biner ditulis hanya angka 0 dan 1 dan hexadesimal 0-9 dan A-F. Sebagai contoh ketiga instruksi berikut melakukan operasi yang sama namun dengan penulisan bilangan pada basis yang berbeda.
Ada dua perintah untuk membaca Look Up Table pada ROM. MOV C (Move Constant) menggunakan program counter sebagai basis register dan akumulator sebagai offsetnya.

2.6.2. Instruksi 89S52
Dalam pemrograman assembly AT89S52 terdapat 2 macam intruksi yaitu instruksi yang digunakan untuk memrogram mikrokontroller dan instruksi untuk mengarahkan program Assembler.
Instruksi – instruksi pemrograman AT89S52 dapat dibagi menurut fungsinya menjadi lima yaitu:

1. Instruksi Transfer Data
Terdapat pada RAM internal (untuk perintah perpindahan data pada RAM internal membutuhkan 1 – 2 cycle)dan RAM external (seluruh perintah perpindahan data untuk memori external menggunakan accumulator sebagai asal tujuan dan beroperasi selama 2 cycle.
2. Instruksi Aritmatika
Merupakan instruksi dasar dalam setiap komputer, dimana terdiri dari operasi dasar matematis seperti penjumlahan (ADD), pengurangan (SUB), perkalian (MUL), dan pembagian(DIV).
3. Instruksi Logika
Perintah logika pada AT 89S52 melakukan operasi boolean seperti AND, OR, Ekslusif OR, dan NOT pada data sepanjang byte atau bit.
4. Instruksi Boolean
Digunakan untuk mengoperasi bit tunggal. RAM, dimana terdiri dari operasi ANL (Operasi logika), operasi ORL (Logika ekslusif OR)


5. Instruksi Pencabangan
Pencabangan program digunakan untuk mengontrol jalannya program termasuk pemanggilan dan kembali subrutin atau pencabangan


PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM


Pada bab ini penulis akan membahas tentang perancangan seluruh sistem. Perancangan sistem itu sendiri nantinya akan terbagi menjadi dua yaitu perancangan perangkat keras dan perancangan perangkat lunak.

3.1 PERANCANGAN PERANGKAT KERAS
Bagian hardware akan dibagi lagi menjadi bagian yang membentuk modul–modul rangkaian. Diantaranya:

3.1.1. Blok Diagram Sistem


Gambar 5 Diagram Blok Robot Pengintai Dengan Video Transmitt



Pada diagram blok diatas menjelaskan secara umum sistem yang bekerja pada robot pengintai dengan video transmiter. Kontrol robot pengintai dengan video transmitter ini adalah dari software komputer dimana input yang didapat dari keyboard yang akan mengubah nilai pada paralel port dan nilai tersebut menjadi output pada pararel port sesuai dengan perintah yang diberikan. Nilai tersebut akan diolah oleh rangkaian transmitter control yang akan menentukan banyak pulsa perdetik, pulsa tersebut akan di kirim oleh rangkaian TX external ke RX external. Pulsa yang diterima oleh rangkaian RX external dibaca oleh RX controller dan kemudian akan dihitung berapa banyak pulsa perdetik untuk menentukan langkah yang diambil dalam pergerakan motor.
Video capture yang tedapat pada robot akan mengambil gambar dan gambar tersebut dikirim dan diterima oleh receivernya yang telah dihubungkan ke tv tunner internal (PCI) dan ditampilkan ke layar monitor/ cpu, sebagai informasi letak robot dan keinginan kita untuk menggerakkan robot selanjutnya.

3.1.2. Analisa Rangkaian Keseluruhan

















Gambar 6 Rangkaian Keseluruhan Kontrol Receiver
















Gambar 7 Rangkaian Keseluruhan Kontrol Transmitter
Pada kedua gambar diatas menjelaskan mengenai rangkaian keseluruhan yang digunakan pada robot pengintai menggunakan video transmitter, yaitu rangkaian pengontrol transmitter dan receiver dengan menggunakan 2 buah mikrokontroler seri AT89S52, dimana pada mikrokontroler untuk receiver memakai port1 untuk input data (P1.5, P1.6, P1.7 yang terhubung ke downloader dan P1.0 yang terhubung ke Rangakaian Tx Box) dan port2 untuk output (P2.0, P2.1, P2.2, P2.3, P2.4, P2.5, P2.6, P2.7 yang terhubung ke rangkaian driver motor yang berfungsi untuk menggerakan motor) rangkaian driver motor yang menggunakan IC L893D, pada IC driver disini outputnya dapat menggerakan 2 buah motor yang dapat melakukan perintah sesuai dengan instruksi yang diberikan.dan pada rangkaian kontrol receiver disini menggunakan optocoupler yang berfungsi sebagai saklar. Pada mikrokontroler untuk transmitter memakai port1 untuk inputan (P1.0, P1.1, P1.2, P1.3, P1.4, P1.5, P1.6, P1.7 yang terhubung ke pararel port yang berfungsi untuk mengubah data menjadi pulsa atau getaran tang dapat diterima oleh mikrokontroler ) dan port2 untuk output (P2.0 yang terhubung ke optocoupler yang berfungsi sebagai saklar).

3.1.3. Perancangan Modul Motor DC
Pada aplikasi ini, modul motor DC yang dirancang akan mempunyai paraeter pengontrolan yaitu kecepatan dan arah putaran. Pengontrolan kecepatan putar dilakukan dengan metode PMW ( Pulse Width Modulation ) dan kontrol arahnya dapat dilakukan dengan H-bridge driver. Driver keempat motor pada sistem ini menggunkan 2 buah IC L293D dimana satu buah IC driver ini dapat menggerakan 2 buah motor dc.
Kaki 1, 9 berfungsi sebagai enable dimana pada rangkaian ini dihubungkan keVcc untuk mendapatkan kondisi High / 1, kaki 16 dihubungkan ke Vcc 5V dan dihubungkan juga pada kaki 1, dan 9, kaki 8 dihubungkan kedalam Vcc juga tetapi dengan nilai yang berbeda yaitu sebesar 9V, kaki 2, 7, 10, 15 digunakan sebagai inputan yang dihubungkan ke dalam mikrokontroler, kaki 3, 6, 11, 14 digunakan sebagai outputan yang dihubungkan ke motor dimana motor tersebut dapat berputar kekanan dan kiri, kaki 4, 5, 12, 13 dihubungkan keground












Gambar 8. Rangkaian Driver Motor

3.1.4. Perancangan Rangkaian Transmitter
Pada rangkaian transmiter disini menggunakan IC Blok dimana rangkaian yang didapat sudah dalam satu kit. Dan rangkaian transmiter ini digunakan untuk mengirimkan data berupa pulsa-pulsa yang dibentuk oleh transmitter controler yang banyaknya ditentukan oleh nilai pararel port.. Robot ini diperintah melalui software komputer yang memiliki input keyboard atau mouse yang akan memberi nilai pada paralel port.

3.1.5. Perancangan Rangkaian Receiver
Pada rangkaian receiver disini sama dengan rangkaian transmiter yaitu menggunakan IC Blok dimana input pada rangkaian tersebut adalah pulsa dari rangkaian transmiter. Pulsa-pulsa tersebut dihitung dan diolah kembali oleh rangkaian receiver control, pulsa-pulsa tersebut dihitung untuk mendapatkan banyak pulsa perdetik dan dari banyak pulsa perdetik itu akan ditentukan pergerakan motor.

3.1.6. Perancangan Komunikasi Pararel Port
Prosedur komunikasi pararel yang dibuat haruslah dapat menerima dan mengolah data berupa angka-angka. Untuk itu dalam pembuatan rancangan ini interupsi – interupsi yang digunakan dibuat pada program Visual Basic. Komunikasi pararel yang akan dibuat dalam aplikasi ini adalah jenis komunikasi pararel port sedangkan koneksinya menggunan koneksi DB25 standart PC.










Gambar 9 Koneksi data Pararel Port dengan DB 25




3.2. PERANCANGAN SOFTWARE

Untuk menjalankan aplikasi software yang akan digunakan adalah dengan pemrograman assembler. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengguna / user dalam mengaplikasikan rangkaian yang dibuat. Pada prinsipnya semua instruksi pengolah untuk mengontrol target modul akan dilakukan oleh transfer data melalui pararel port. Data dari pararel port yang berupa protocol akan diterjemahkan ke transmiter dan dikirim ke rangkaian receiver untuk menggerakan motor yang menjalankan motor pada roda mobil dan motor pada kamera. Selain itu juga protocol pararel ini akan digunakan untuk memilih modul terget mana yang akan dikontrol.
Software yang digunakan berupa 2 buah bahasa pemrograman, yaitu Visual Basic untuk software interfacenya dan Assembler untuk mikrokontroler pada rangkaian transmiter dan receiver.















3.2.1 Perancangan Menu Tampilan Pada Layar
Gambar 10 Tampilan Menu Utama

Pada menu utama disini berisi tampilam judul dan 3 item yaitu: petunjuk, run program / aplikasi program dan keluar. Pada item petunjuk disini berisi tentang tahapan – tahapan dalam menjalankan aplikasi ini mulai start sampai finish. Pada item tulisan disini dibuat untuk laporan pembuatan tugas akhir dari mulai dasar teori sampai analisa. Pada item run program disini berisi output pada program ini atau dengan kata lain hasil akhir dari program. Dan item keluar diperuntukan untuk keluar dari menu utama.
Penggalan program pada menu utama adalah sebagai berikut:
…………….
Private Sub Command3_Click() 'RUN PROGRAM
Form1.Hide
Form2.Show
End Sub

Private Sub Command4_Click() 'KELUAR
End
End Sub

Private Sub Command5_Click() 'SEBELUM
Command5.Enabled = False
Image3.Visible = False
Image2.Visible = True
End Sub
Private Sub Command6_Click() 'BERIKUT
If Command5.Enabled = True Then
Command1.Visible = True
Command2.Visible = True
Command3.Visible = True
Command5.Visible = False
Command6.Visible = False
Image3.Visible = False
Else
Command5.Enabled = True
Image3.Visible = True
Image2.Visible = False
End If
End Sub


3.3 Miniatur
3.3.1. Perancangan Miniatur
Miniatur pada tugas akhir ini dibuat dengan menggunakan bahan dasar body mobil – mobilan dengan acrylic dengan ketebalan 3 mm untuk alas body dan alas pada dasar kamera, pemilihan bahan acrylic dimaksudkan agar memudahkan dalam pemasangan rangkaian. Adapun luas acrylic yang digunakan adalah:
 Alas rangkaian / body = 200 cm2 (Acrylic)
 Alas Kamera
 Bak Penampung Awal = 0,27 m2 (Kaca)
Total pemakaian kaca = 3.4758 m2.
Total pemakaian acrylic = 3.4758 m2


3.3. Mekanik
Dalam pembuatan robot pengintai dengan video transmiter ini sistem mekanik sangat mempengaruhi pergerakan motor. Untuk mesin penggerak atau aktuator dibutuhkan 4 buah motor DC yaitu 2 buah untuk menggerakkan gear atau ban dan 2 buah yang lain untuk menggerakan camera.
Pada 2 buah motor untuk ban diletakan pada ban depan untuk bergerak maju, dan ban belakang untuk bergerak mundur. Dan 2 buah motor pada kamera diletakan di bawah kamera untuk menggerakan kamera secara memutar yaitu mutar kanan dan kiri, dan satunya diletakan di samping kamera untuk menggerakan kamera keatas dan kebawah. Dari pengamatan yang telah dilakukan motor DC menggunakan tegangan supply sebesar 12 V dengan kecepatan 2400 rpm.



PENGUJIAN DAN ANALISA

4.1 Pengujian
Pada bagian ini, seluruh system akan diuji sesuai dengan fungsinya.namun terlebih dahulu akan dilakukan langkah – langkah pengawatan untuk setiap pengujian. Hal ini bertujuan untuk untuk menyesuaikan koneksi system terhadap sinyal – sinyal yang dijalankanpada program. Seluruh rangkaian akan diuji dengan program aplikasi sederhana yang bisa dilihat pada bagian lampiran.

4.1.1. Konfigurasi Pengujian

















Gambar 11 Konfigurasi pengukuran arus dan tegangan pada setiap blok




KESIMPULAN


5.1 Kesimpulan Pengujian System
Setelah dilakukan pengujian pada Bab IV maka didapat pengujian sebagai berikut:
• Berdasarkan hasil pengukuran pada motor DC telah berjalan dengan baik sesuai dengan perintah atau instruksi yang diberikan. Namun pembagian tegangan belum maksimal merata.
• Berdasarkan hasil pengujian robot pengintai dengan video transmitter sering dilakukan percobaan untuk menjalankan antara gear dan kamera belum maksimal karena permukaan yang tidak merata sempurna maka output dari kamera atau tampilannya agak sedikit bergetar.
• Dalam menginisialisasi AT89S52 pada software Visual Basic menggunakan bahasa Assembly.
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Afgianto Eko, “Belajar Mikrokontroler AT89C51/52/55 Teori dan Aplikasi”, Yogyakarta, Gaya Media. 2002
Malvino, hanapi Gunawan, “Prinsip – Prinsip Elektronika”, Jakarta, Erlangga, 1996.
Ario Suryo Kusumo, “Buku Latihan Microsoft Visual Basic 6.0”, Jakarta, Gramedia. 2000
…………., “Pengatur Arah PutaranMotor DC”, http;//www.delta-electronic.com/
…………., Asimkhan @set.net.pk : ISP PROGRAMMER.

APLIKASI PLC (PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER) SEBAGAI SISTEM KONTROL PADA Modifikasi “Automatic Loading Machine” Generator 99Mo/99mTc berbasis PZC IWAY

APLIKASI PLC (PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER)
SEBAGAI SISTEM KONTROL PADA Modifikasi “Automatic Loading
Machine” Generator 99Mo/99mTc berbasis PZC
IWAYAN W., ARTADI H.W., ADANG H.G., YONO S., A.MUTALIB
Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka – BATAN
Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang 15310, Banten
Telp/Faks. 021.7563141

Abstrak
Kerjasama antara BATAN dengan KAKEN Co. Jepang telah menghasilkan prototipe automatic loading machine untuk proses pembuatan generator 99Mo/99mTc berbasis PZC. Automatic loading machine ini memiliki kapasitas delapan buah generator. Proses tersebut terdiri dari empat tahap yaitu penyerapan 99Mo pada PZC, loading komplek 99Mo-PZC ke dalam kolom, perakitan generator 99Mo/99mTc, dan elusi 99mTc dari kolom generator. Terdapat beberapa kekurangan pada automatic loading machine tersebut yang
mengakibatkan waktu proses secara total menjadi cukup lama. Hal ini berpengaruh kepada paparan radiasi yang akan diterima oleh pekerja. Untuk menanggulangi hal itu dilakukan modifikasi yang dapat mempersingkat waktu proses. Bagian modifikasi tersebut kemudian dibuat agar dapat bekerja secara
otomatis, dengan demikian diperlukan sebuah alat kontrol. Kontrol otomatis yang digunakan adalah system kontrol dengan menggunakan PLC (Programmable Logic Controller) sebagai basisnya. Dari hasil uji coba
yang telah dilakukan maka fungsi sistem kontrol yang dibuat untuk modifikasi tersebut berhasil dengan baik.

Kata kunci : Automatic loading machine, 99Mo-PZC, Sistem kontrol, PLC

Abstract
Cooperation BATAN with KAKEN Co. Japan has resulted in an automatic loading machine prototipe for the process of generator 99Mo/99mTc based on PZC. It has eight generator capacity. The process consist of four phase that is absorption of 99Mo at PZC, loading 99Mo-PZC complex into column, assembling of generator 99Mo/99mTc and elution of 99mTc from generator column. There were weaknesses in the automatic loading machine which tends to a longer of total time process. The condition affect radiation exposure that a worker
will have. To control it, it is done the modify so can shorten time process. The modify part works automatically and it is needed a controller. It is a control system using PLC (Programmable Logic
Controller) as a basis. The experimen has been carried out gives the function of the control system works
well. Keywords : Automatic loading machine, 99Mo-PZC, control system, PLC

PENDAHULUAN
Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) pada saat ini mempunyai sebuah alat
untuk pembuatan generator 99Mo/99mTc hasil kerjasama antara PRR-BATAN dengan Kaken Co. Jepang. Alat ini dinamakan automatic loading machine[1]. Alat ini terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian kontrol dan bagian loading system (lampiran). Proses yang terjadi dalam unit loading system ini diatur dengan menggunakan satu unit alat kontrol yang berbasis PLC. Dalam sekali proses automatic loading machine mampu menghasilkan delapan buah generator 99Mo/99mTc dengan waktuproses sekitar 9 jam. Setiap proses terdiri dari beberapa tahapan utama yaitu penyerapan 99Mo pada PZC, loading komplek 99Mo-PZC ke dalam kolom, perakitan generator 99Mo/99mTc

SEMINAR NASIONAL IV
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 25-26 AGUSTUS 2008
ISSN 1978-0176

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - BATAN 498 I Wayan W dkk dan elusi 99mTc dari generator 99Mo/99mTc. Total waktu 9 jam dianggap masih terlalu lama[2].
Untuk dapat meningkatkan fungsi automatic loading machine termasuk
didalamnya mempercepat waktu proses, maka perlu dilakukan beberapa modifikasi. Beberapa modifikasi yang dapat dilakukan adalah :
1. Modifikasi proses pengisian larutan 99Mo
ke dalam vial. Sebelum modifikasi, pengisian dilakukan satu persatu sehingga
untuk mengisi delapan vial reaksi memerlukan waktu yang lama. Modifikasi
yang dilakukan adalah merubah system pengisian menjadi delapan vial dalam
waktu yang bersamaan.
2. Modifikasi pada sistem pengocokan campuran reaksi 99Mo dengan PZC.
Sebelum modifikasi, pengocokan dilakukan dengan menggoyangkan
piringan tempat vial reaksi, dengan metode ini ternyata hanya bagian airnya saja yang bergerak, akibatnya reaksi pencampuran menjadi kurang sempurna. Hal ini
ditunjukkan dengan rendahnya kapasitas serap PZC terhadap 99Mo. Modifikasi yang dilakukan adalah merubah system pengocokan dengan menggunakan syringe
yang digerakkan oleh motor. Syringe akan menyedot campuran reaksi 99Mo dengan PZC dan meniupkan kembali secara perlahan sehingga proses pencampuran terjadi dengan sempurna.
3. Modifikasi sistem pemindahan komplek 99Mo-PZC ke kolom perakitan (dalam
tahap perencanaan). Sebelum modifikasi, pemindahan dilakukan satu persatu,
sehingga waktu yang diperlukan menjadi lama. Kemudian modifikasi dilakukan
dengan membuat proses pemindahan menjadi delapan kolom dalam waktu yang
bersamaan.
4. Modifikasi proses pencucian. Modifikasi yang dilakukan adalah melakukan proses pencucian delapan kolom secara bersamasama,dimana sebelumnya dilakukan satu persatu.
5. Modifikasi sistem penampungan limbah (kontrol telah dibuat tetapi tidak
menggunakan PLC).Dari kelima modifikasi yang akan dilakukan, hanya empat tahap yang dapat direalisasikan yaitu modifikasi proses pengisian
larutan 99Mo ke dalam vial, modifikasi pada sistem pengocokan campuran reaksi 99Mo dengan PZC, modifikasi proses pencucian, dan modifikasi sistem penampungan limbah.

Dari empat modifikasi yang dilakukan, tiga tahap diantaranya dikontrol dengan PLC dan satu buah dikontrol dengan kombinasi timer dan relay yaitu modifikasi system penampungan limbah. PLC dalam system kontrol tersebut diprogram sedemikian rupa sehingga dapat menjalankan tahapan-tahapan
modifikasi sesuai fungsinya masing-masing. Pemrograman dibuat dengan ladder diagram yang disesuaikan dengan diagram alir serta urutan proses pada setiap tahapan[3,4,5,6]. Dengan modifikasi tersebut diharapkan dapat
memberikan beberapa peningkatan seperti:
waktu total proses pembuatan generator 99Mo/99mTc dapat dipersingkat, tingkat paparan radiasi yang diterima pekerja jauh berkurang, dan diharapkan dapat meningkatkan mutu produk generator 99Mo/99mTc.

TATA KERJA
Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan adalah perangkat mekanik ”loading system” hasil modifikasi, Box Panel ukuran 60 x 40 x 10 cm buatan lokal, PLC OMRON CPM1A 40 I/O keluaran Jepang, relay 24 VDC merek OMRON, transformator
step down yang merupakan komponen cadangan dari Kaken, speed control juga
komponen cadangan dari Kaken, power supply 24 VDC sistem switching produk lokal, MCB 2 Ampere merek MG (Merlin Gerlin) buatan Jerman, kabel kontrol merek Federal buatan Indonesia, Fuse 2 Ampere buatan lokal, selector switch merek Legrand, push button switch dan lampu indikator merek OMRON, emergency stop merek Golvin buatan Korea. Peralatan yang digunakan adalah tool set,PC, Software PLC.
Diagram Alir Sistem Kontrol
Ketiga modifikasi yang dilakukan sebenarnya memiliki tahapan proses yang
hampir sama. Perbedaannya adalah pada jenis larutan yang digunakan. Pada loading 99Mo larutan yang digunakan adalah 99Mo, pada
proses pengocokan larutan yang digunakan adalah campuran 99Mo dengan PZC, sedangkan pada proses pencucian yang digunakan adalah

SEMINAR NASIONAL IV
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 25-26 AGUSTUS 2008
ISSN 1978-0176
I Wayan W dkk 499 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir – BATAN air. Diagram alir sistem kontrol pada modifikasi ”automatic loading machine” untuk generator
99Mo/99mTc berbasis PZC ditunjukkan pada

Membuat Ladder Diagram
Ladder diagram dibuat sesuai diagramalir yang ada. Dimana hubungan masukan,
keluaran, dan PLC dapat dengan jelas terbaca.Ladder diagram tersebut kemudian akan ditanamkan (down load) ke dalam PLC sehingga untuk selanjutnya PLC akan bekerja dengan sendirinya secara otomatis.

PERAKITAN SISTEM KONTROL
Perakitan dimulai dengan membuat jalurjalur pengkabelan antara masukan – PLC –keluaran. Untuk keluaran dibagi menjadi 2 bagian yaitu relay dan beban. Semua keluaran dari PLC disambungkan dengan relay.Kemudian, dari relay pengkabelan diteruskan ke beban seperti beban motor dan solenoid. Hasil perakitan seperti terlihat pada Gambar 3.

Uji Coba Fungsi Sistem Kontrol
Uji coba dilakukan secara bertahap mulaidari uji coba ladder diagram, uji coba system tanpa beban, dan uji coba sistem dengan beban.
Setiap modifikasi dilakukan uji coba sesuai dengan prosedur pengoperasian yang ada. Uji coba yang dilakukan telah menghasilkan proses yang sesuai dengan diagram alir yang ada. Namun, dalam uji coba juga dilakukan kalibrasi
antara volume pada syringe dengan putaran motor serta pengaturan timer pada program PLC sehingga volume akhir yang diinginkan dapat tercapai. Kalibrasi ini dilakukan pada PLC dengan mengatur timer yang menggerakan syringe. Kalibrasi yang sangat penting dan harus diperhatikan adalah pada loading 99Mo ke
dalam vial reaksi. Setiap vial reaksi harus berisi 20 ml larutan 99Mo. Pada loading 99Mo digunakan dua buah syringe dengan kapasitas 120 ml. Kapasitas tabung pembagi ke vial adalah 100 ml sehingga dibutuhkan dua kali proses pengisian dari syringe sampai ke vial reaksi.
Dua kali proses pengisian dilakukan dengan asumsi bahwa sekali sedot setiap
syringe menyedot 40 ml 99Mo yang dimasukkan ke dalam tabung pembagi sehingga dalam tabung akan terdapat 80 ml 99Mo, kemudian dibagi ke delapan vial reaksi sehingga masingmasing vial reaksi berisi 10 ml 99Mo. Dengan
dua kali pengisian maka akan diperoleh jumlah 99Mo pada vial reaksi sebanyak 20 ml. Dengan putaran motor yang tetap (96,67 rpm) maka besarnya timer pada ladder diagram pada pemrograman PLC harus disesuaikan agar diperoleh volume pada syringe sebesar 20 ml. Pada pengujian ini angka seting timer dalam
ladder diagram diperoleh sebesar 21 detik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara keseluruhan hasil modifikasi
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bagian Alat Automatic Loading Machine
Hasil Modifikasi
1 = alat kontrol
2 = sistem pengisian 99Mo
3 = vial reaksi
4 = pengendali pengocokan
5 = pengendali pengisian larutan 99Mo
Gambar 3. Alat Kontrol Automatic Loading Machine
Hasil Modifikasi
1 = selector swicth
2 = Star
3 = Stop
4 = Speed Control
5 = PLC
6 = Relay
Proses pada tahap pencampuran 99Mo dengan PZC dilakukan dengan momposisikan selector switch (Gambar 3) pada posisi ”Mo” kemudian tombol ”START” ditekan maka proses pencampuran 99Mo dengan PZC akan
berlangsung dengan sendirinya. Proses diawali dengan turunnya tabung pengisi vial reaksi.Kemudian, terjadi proses pengisian 99Mo ke dalam vial, dimana 99Mo disedot oleh syringe lalu ditiupkan ke tabung penampung. Dari tabung penampung 99Mo dibagi ke delapan vial reaksi. Setiap vial akan terisi 99Mo sebanyak 20
ml. Setelah 99Mo sebanyak 20 ml terdapat pada masing-masing vial reaksi, maka tabung pengisi diangkat kembali pada posisi sebelumnya.
Proses pengocokan (mixing) terjadi pada saat proses pemanasan campuran 99Mo-PZC berlangsung. Proses pemanasan sendiri terjadi selama 3 jam dan proses pengocokan terjadi 15 menit sekali. Proses pengocokan dilakukan
dengan merubah posisi selector switch ke posisi ”MIX” dan menekan tombol ”START”. Proses akan diawali dengan menurunkan tabung
pengisi vial reaksi, kemudian syringe akan menyedot campuran 99Mo-PZC dan beberapa saat kemudian akan meniupkan kembali. Proses sedot-tiup ini dilakukan dua kali dalam satu siklus pengoperasian pengocokan (mixing), dan
setelah itu tabung pengisi vial reaksi diangkat kembali. Proses pencucian dilakukan oleh syringe dan motor yang sama seperti pada proses pencampuran 99Mo-PZC sehingga urutan prosesnya hampir sama, hanya pada proses pencucian tidak lagi menyedot 99Mo melainkan air. Proses pencucian dapat berjalan secara
otomatis dengan cara memindahkan selector switch ke posisi ”WATER” dan menekan tombol ”START”. Dari modifikasi yang telah dilakukan maka dapat diperoleh tabel modifikasi seperti terlihat pada Tabel 1.

KESIMPULAN
Sistem kontrol berbasis PLC yang dibuat telah mampu menggerakan loading system hasil modifikasi. Terbukti bahwa waktu proses total pembuatan generator 99Mo/99mTc sudah dapat dipersingkat dan diharapkan juga peningkatan
lain seperti berkurangnya paparan radiasi yang diterima pekerja serta peningkatan mutu dari generator 99Mo/99mTc dapat dicapai. Untuk selanjutnya masih dapat dilakukan beberapa modifikasi lagi sehingga waktu total proses generator 99Mo/99mTc dapat dipersingkat lagi.

DAFTAR PUSTAKA
1. ANONIM, 2000, ”Operation Manual of
Automatic Loading Machine”, Kaken Co.
2. GUNAWAN A. H, „Konsultasi langsung“, 7-
18 Juli 2008
3. ANONIM, 2000, “Ladder Diagram of
Automatic Loading Machine Operation
Manual”, Kaken Co. Japan.
4. OMRON Training Manual, Omron-Indonesia
Representative Office, 1997
5. YUDA D. H., 2003, ”Dasar-dasar PLC”,
Materi kuliah Teknik Fisika Fakultas Teknik
dan Sains Universitas Nasional.
6. TJOKRONEGORO H. A., 1997, ”Programable
Logic Controller”,

AMR (Automatic Meter Reading) :

AMR (Automatic Meter Reading) :

Automatic Meter Reading (AMR) merupakan salah satu solusi untuk bidang elektronika dalam melakukan pembacaan dan pemakaian energi listrik. Dimana pemakai Automatic Meter Reading (AMR) dapat memonitoring pemakaian daya listrik. Dalam pengoperasiannya sistem Automatic Meter Reading (AMR) melakukan pembacaan energi listrik dengan cara menurunkan terlebih dahulu tegangan listrik dari 40 KV menjadi 220 V menggunakan current transformer, kemudian tegangan dikonversikan menjadi data digital pada mesin meteran agar dapat diukur dengan parameter pengukuran seperti daya, energi, dll. Setelah ini data digital masuk ke bagian pengolahan dan komunikasi, pada bagian ini data digital dapat disimpan ke memori, ditampilkan lewat LCD display, atau dikirimkan ke database PLN lewat modem.

AMR (Automatic Meter Reading) :
Aplikasi ini digunakan untuk pengendalian dan pemantauan tenaga listrik pada pelanggan. Apabila fasilitas ini digunakan oleh PLN, maka meter listrik pada pelanggan dapat dibaca secara online dan sistem billing menggunakan paket program yang sudah tersedia.








Automatic Meter Reading (AMR) juga sering disebut sistem pembacaan meter jarak jauh secara otomatis, terpusat dan terintegrasi dari ruang kontrol melalui media komunikasi telepon publik (PSTN), telepon selular (GSM), PLC atau gelombang radio, menggunakan software tertentu tanpa terlebih dahulu melakukan pemanggilan (dial up) secara manual. Sistem AMR diterapkan pada pelanggan potensial dengan daya terpasang diatas 197 kVA.

Konfigurasi peralatan yang digunakan :
1. meter elektronik atau digital yang dipasang di pelanggan
2. modem dan saluran telepon
3. komputer yang terdapat diruang kontrol

Dengan dipasangnya AMR pada pelanggan maka pemakaian kwh oleh pelanggan dapat dipantau / dibaca setiap saat dari kantor PLN dengan hasil yang lebih akurat dengan bantuan aplikasi komputer sehingga kesalahan baca yang dilakukan pertugas tidak akan terjadi dan kepercayaan pelanggan kepada PLN dapat tetap terjaga.

Manfaat dipasang AMR:

Pemakaian kwh oleh pelangggan dapat dipantau / dibaca setiap saat.
Hasil pembacaan meter lebih Akurat.
Evaluasi beban pelanggan
Upaya peningkatan mutu pelayanan melalui data langsung penggunaan energi listrik yang dikonsumsi oleh pelanggan yang bersangkutan


Cara Kerjanya
Awalnya, pembacaan meter dilakukan dengan menggunakan kabel (wired) atau direct dialling/reading. Komputer terhubung ke meter dengan menggunakan kabel komunikasi (RS-232 atau RS-485) atau optical probe jika pembacan dilakukan di lapangan. Namun belakangan ini, banyak teknologi komunikasi yang dapat digunakan oleh sistem AMR. Seperti PSTN (telpon rumah), GSM, Gelombang Radio, PLC (Power Line Carrier), dan terakhir, memungkinkan pembacaan meter menggunakan LAN/WAN/WIFI untuk meter yang sudah support TCP/IP.
Digital KWH meter ini dikontrol oleh sebuah mikrokontroler dengan tipeAVR90S8515 dan menggunakan sebuah sensor digital tipe ADE7757 yang berfungsi untuk membaca tegangan dan arus (dengan beban mencapai 500 Watt) untuk mengetahui besar energi yang digunakan pada instalasi rumah. Seven Segment sebagai penampil data besaran energi listrik yang digunakan di rumah.Dari komponen-komponen tersebut dihasilkan sebuah KWH meter moderen dengan tampilan digital yang dapat mengukur besaran penggunaan energi, dengan batasan maksimal beban 500 watt. Dengan sebuah system pembayaran moderen membeli sebuah voucher elektronik, berisi besaran digital (berfungsi sebagai pulsa) sebagai pembanding besaran energi yang digunakan. Secara otomatis sistem ini memutuskan tegangan rumah bila besaran tersebut mencapai nilai 0. Seluruh rangkaian membutuhkan daya 446,5mW diharapkan tidak merugikan PLN.


Dengan dipasangnya AMR pada pelanggan maka pemakaian kwh oleh pelanggan dapat dipantau / dibaca setiap saat dari kantor PLN dengan hasil yang lebih akurat dengan bantuan aplikasi komputer sehingga kesalahan baca yang dilakukan pertugas tidak akan terjadi dan kepercayaan pelanggan kepada PLN dapat tetap terjaga.
Keuntungan lain dalam penggunaan sistem AMR ini adalah :
- pencatatan meter lebih akurat
- proses penerbitan rekening lebih cepat
- penggunaan energi listrik dapat terpantau
- upaya peningkatan mutu pelayanan melalui data langsung penggunaan energi listrik yang dikonsumsi oleh pelanggan yang bersangkutan.













KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
1. Penerapan kode masalah pada aplikasi mempercepat proses kerja.
2. Pemeliharaan data bisa lebih aman dengan sistem database.

V.2 Saran
1. Diharapkan kode masalah ini dapat digunakan dalam ruang lingkup kerja AMR.
2. Untuk penyempurnaan dari penulisan ini kami mohon ide-ide yang membangun.


DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.ar.itb.ac.id/hanson/?p=93
2. http://www.studygs.net/indon/mapping.htm
3. http://studioarsitektur.com/forum/konsep-dan-teori/sistem-tanda-semiotika-teks-dan- teori-kode/

Pengumuman jumlah postingan terbaru..

Per tanggal 5 Januari 2010, pukul 4:47 PM

1. Rinalto Hutabarat (41407010008) ====> 14 postingan + 2 postingan pengumuman
2. Andri Nursubhi (41407010005) ====> 13 postingan
3. Alif Ghazali (41407010009) ====> 14 postingan
4. Arriyanto MDP (41407010006) ====> 10 postingan
5. Agus Sullistyono (41407010017) ====> 4 postingan.


Tolong yg belum lengkap, segera di lengkapi.. supaya Data dapat di susun dengan rapi.
Trima Kasih.

Sistem Proteksi Terhadap Putaran Lebih (Over Speed) pada Turbin Uap

Kondisi operasional pada turbin yang sangat berbahaya ialah terjadinya putaran lebih (over speed), yaitu putaran yang berlaku diatas putaran yang direncanakan sesuai dengan rancangan mesin, yaitu sekitar 3000 rpm untuk untuk turbin dan generator bila dikopel langsung (Direct Couple). Roda-roda turbin yang berdiameter besar, dan terutama roda-roda belakang, pada tingkat akhir yaitu tingkat bertekanan rendah, akan menjadi sasaran dari beban gaya-gaya sentrifugal yang sangat besar. Bila putaran turbin melebihi berguna yang ditentukan, sekitar 3000 rpm, maka tegangan yang disebabkan gaya sentrifugal pada sudu-sudu gerak akan melebihi tegangan lumer (yield strength), material dan rotor akan retak dan pecah secara harfiah. Alat proteksi yang sering dipakai adalah satu atau dua bobot eksentrik seperti gambar dibawah ini, yang dipasang pada poros turbin dengan pegas pengatur

Sampai putaran 3000 rpm, dengan toleransi yang diijinkan biasanya ± 10%, maka gaya sentrifugal yang terjadi pada bobot, lebih rendah dari gaya pengatur pegas kembali (gaya lawan pegas). Bila kelebihan putaran 10% pada putaran 3000 rpm, maka gaya sentrifugal yang terjadi adalah yang terbesar, maka bobot bergerak menjauhi pusat, yang selanjutnya akan menaikkan gaya sentrifugal dan begitulah seterusnya. Begitu bobot meninggalkan sisa posisinya, maka perimbangan (balance) antara gaya sentrifugal dan gaya lawan pegas akan segera terjadi. Bobot bergerak menjauhi pusat dalam batasan penyetop mekanik. Dengan memutarnya keposisi baru, maka bobot akan membebaskan lidah gigi peralatan yang menutup semua sistem saluran masuk uap. Secara umum turbin uap dilengkapi dengan dua peralatan trip putaran lebih (over speed triping) untuk mengurangi sampai tingkat minimum, bahaya yang disebabkan oleh sistem proteksi yang tidak berfungsi. Pabrik pembuat biasanya melengkapi bobot dengan fasilitas alat injeksi oli secara manual. Sebagai contoh, sebelum suatu shut down normal, sementara turbin masih pada putaran 3000 rpm, oli diinjeksikan kedalam salah satu bobot. Muatan oli ditambahkan kepada bobot, memecah gaya sentrifugal, dan mengembalikan keseimbangan gaya serta menggerakan alat sistem pengaman. Oli dari sistem pengaman mengalir melalui beberapa alat tertentu secara seri sebelum sampai pada peralatan servo motor yang mengontrol peralatan pembagi uap. Sistem kontrol keamanan, sebagaimana sistem pengaman lainnya, yang dapat diketahui, dirancang untuk mereduksi tekanan oli didalam sistem tersebut. Untuk keperluan ini, maka setiap regulator pengaman dilengkapi dengan sebuah katup luncur gangguan (tripping slide valve) seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Daftar Pustaka
1. Biaya Suplai Tenaga Listrik di Indonesia, Skripsi Deni Almanda, FT UGM, Yogyakarta, 1988
2. ESCAP, Proceeding of the work shop on co-generation of electricity and proses heat United Nation, New York, 1983
3. Cogeneration Memangkas biaya dan emisi, Majalah Listrik Indonesia Edisi II Tahun III April 1998, Jakarta