REPLIKASI SIGNAL DENGAN MENGGUNKAN METODE BOOTSTRAP
ABSTRAK
Signal dapat dimodelkan sebagai proses stokastik yang berperiode ataupun tidak berperiode. Untuk itu dalam mereplikasi
sebuah signal, kita harus tetap menjaga karakter asli dari signal dan juga sifat keacakannya. Salah satu metode yang mungkin
untuk dilakukan adalah bootstrap. Namun demikian, kita harus memodifikasi metode bootrap ini untuk mengakomodasi sifat
ketergantungan dari series beserta periodisitasnya. Sebagai langkah awal dalam bootstrap ini diperlukan uji ada tidaknya
periodisitas dalam signal. Diberikan dua metode untuk mendeteksi periodisitas, yaitu Fisher statistik dan Chiu statistik dan
sebuah ilustrasi dengan menggunakan data simulasi untuk menguji dan mereplikasi sebuah signal.
BOOTSTRAP
Bootstrap merupakan alat bantu umum (general tool)
yang biasa digunakan untuk mencari pendekatan
dalam distribusi statistik yang dikehendaki. Bootstrap
mengantikan atau bahkan seringkali memperbaiki
hasil yang diperoleh berdasarkan analisa asymptotic
secara klasik, terutama untuk data sampel yang
berukuran kecil sampai menengah. Beberapa aplikasi
yang menggunakan teknik bootstrap ini adalah untuk
membandingkan dua random signal ataupun dua
buah gambar random yang tidak bersih (noisy image)
satu terhadap yang lain. Fanke dan Halim [1],
menerapkan aplikasi ini untuk mendeteksi kerusakan
pada texture. Pada makalah ini akan digunakan
teknik Bootstrap untuk mereplikasi signal yang
memiliki sifat periodisitas. Halim [2] menggunakan
teknik ini untuk mensintesa texture yang memiliki
sifat semiregular, yaitu texture yang memiliki sifat
random dan regularitas didalamnya.
Untuk mereplikasi signal yang memiliki sifat
periodisitas ini diperlukan tiga langkah, yaitu
mendeteksi posisi periodisitas dari signal tersebut,
mengujinya serta melakukan bootstrap sampling
untuk data yang berperiodik. Langkah-langkah
tersebut akan dijelaskan pada subbab-subbab berikut.
Polutan ang menempel pada suatu isolator berasal
dari polutan yang terdapat pada udara di sekitar
isolator tersebut. Polutan yang terbawa udara dapat
menempel pada permukaan isolator dan berangsurangsur
membentuk suatu lapisan yang tipis pada
permukaan isolator. Polutan yang paling berpengaruh
terhadap lewat denyar isolator adalah unsur garam.
Unsur garam yang mencemari suatu isolator sebagian
besar berasal dari angin laut. Angin laut dapat
mengendapkan lapisan garam di permukaan isolator
yang terpasang di daerah-daerah yang berdekatan
dengan pantai. Lapisan garam ini bersifat konduktif
terutama pada keadaan cuaca lembab, berkabut atau
pada saat hujan gerimis [1]. Jika cuaca seperti ini
terjadi maka akan mengalir arus bocor dari konduktor
jaringan ke tanah melalui lapisan garam yang
menempel di permukaan isolator dan tiang penyangga.
Adanya arus bocor ini akan memicu terjadinya
peluahan parsial pada permukaan isolator.
TEORI
Kebutuhan energi listrik di Sumatera Utara disediakan
oleh PT PLN (Persero) Distribusi Wilayah II
Sumatera Utara. Energi listrik didistribusikan kepada
konsumen sebagian besar melalui jaringan hantaran
udara 20 kV. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa
salah satu komponen utama jaringan hantaran udara
adalah isolator. Isolator ini terpasang pada ruang
terbuka, sehingga beberapa tahun sejak pemasangannya,
pada permukaan isolator menempel polutan yang
bersifat permanen. Intensitas polutan pada isolator
tersebut tergantung kepada tingkat pencemaran udara
dan unsur polutan yang terkandung dalam udara di
sekitar isolator. Tingkat pencemaran dan kandungan
polutan di sekitar suatu isolator tergantung kepada
sumber polutan dan jarak isolator dari sumber polutan
tersebut.
Daerah Sumatera Utara berbatasan dengan Selat
Malaka dan lautan Hindia, maka uap air laut di selat
Malaka dan lautan Hindia merupakan salah satu
sumber polutan bagi isolator-isolator yang terpasang
di Sumatera Utara. Di samping itu, udara di
Utara juga membawa polutan yang bersumber dari
limbah industri, limbah pemukiman dan limbah
perkebunan. Limbah industri dan limbah pemukiman
hanya ditemukan di
Limbah perkebunan yang dapat mencemari suatu
isolator di Sumatera Utara berasal dari asap pabrik
kelapa sawit dan asap pembakaran lahan perkebunan.
Telah dijelaskan bahwa isolator digunakan dalam
rangka penyaluran energi listrik kepada konsumen.
Oleh karena itu, populasi isolator lebih banyak di
daerah pemukiman. Sedang pabrik kelapa sawit
tersebar di beberapa tempat dan jauh dari pemukiman
sehingga asapnya tidak mencemari banyak isolator.
Dengan demikian sumber polutan terbesar bagi
isolator jaringan distribusi di Sumatera Utara adalah
angin laut. Jika sumber polutan utama adalah angin
laut, maka intensitas polutan yang menempel pada
suatu isolator tergantung pada jarak isolator tersebut
dari tepi laut.
Jika arah angin laut yang paling sering terjadi
dimisalkan seperti arah panah, maka intensitas polutan
pada isolator yang berada di kawasan A lebih
berat dibandingkan dengan intensitas polutan isolator
di kawasan B dan C; sedang intensitas polutan pada
isolator yang berada di kawasan B lebih berat
dibandingkan dengan intensitas polutan isolator di
kawasan C.
Seandainya arah angin laut yang paling sering terjadi
tidak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, maka
intensitas polutan pada isolator yang berada di
kawasan A tetap lebih berat dibandingkan dengan
intensitas polutan isolator di kawasan B dan C;
sedang intensitas polutan pada isolator yang berada di
kawasan B tetap lebih berat dibandingkan dengan
intensitas polutan isolator di kawasan C.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan
antara intensitas polutan isolator dengan jarak isolator
dari garis pantai, sehingga intensitas polutan isolator
pada suatu kawasan di daerah Sumatera Utara dapat
diperkirakan dengan mengetahui jarak daerah itu dari
garis pantai. Perkiraan ini dapat dipergunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam merancang isolator
jaringan distribusi hantaran udara di Sumatera Utara
dan daerah lain yang kondisi geografisnya hampir
sama dengan Sumatera Utara. Hubungan dimaksud
dapat diperoleh dengan mengukur intensitas polutan
Hubungan Intensitas Polusi Isolator Jaringan Distribusi di Sumatera Utara dengan Jarak Lokasi Isolator dari Pantai
[Bongas L. Tobing, et al]
65
yang menempel pada isolator jaringan hantaran udara
20 kV milik PT PLN (Persero) Wilayah II Sumatera
Utara yang telah terpasang di sekitar kawasan A, B
dan C
METODOLOGI PENGUKURAN INTENSITAS
POLUTAN ISOLATOR
Sampel untuk pengukuran ESDD adalah isolator
jaringan hantaran udara 20 kV milik PT PLN
(Persero) Wilayah II yang menyebar di Sumatera
Utara.
(Persero) Wilayah II di Sumatera Utara, yaitu jenis
pin, jenis pin-post dan jenis piring. Isolator yang
terbanyak digunakan adalah jenis pin, sehingga
sampel isolator yang dipilih adalah jenis pin seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2. Semua sampel
diambil dari jaringan yang umur pemasangannya
hampir sama, yaitu 11-12 tahun.
Gambar 2. Isolator Jenis Pin
Sumatera Utara dibelah dua oleh pegunungan Bukit
Barisan. Kawasan yang berbatasan dengan samudera
Hindia disebut kawasan Pantai Barat, sedang kawasan
yang berbatasan dengan Selat Malaka disebut
kawasan Pantai Timur. Kawasan Pantai Barat berupa
dataran tinggi sedang kawasan Pantai Timur berupa
dataran rendah. Populasi isolator di kawasan Pantai
Barat lebih sedikit dibandingkan dengan populasi
isolator di kawasan Pantai Timur. Oleh karena itu,
kawasan yang dipilih menjadi lokasi pengambilan
sampel isolator adalah kawasan Pantai Timur.
Jumlah lokasi pengambilan sampel ditetapkan di
empatbelas lokasi. Banyaknya isolator yang diambil
dari setiap daerah pengambilan sampel adalah 5 unit.
Agar polutan pada isolator benar-benar hanya yang
terbawa angin laut, maka isolator di ambil dari daerah
yang bebas polusi industri dan perkotaan. Lokasi
pengambilan sampel berurut mulai dari yang terdekat
ke pantai hingga daerah yang terjauh dari pantai.
Ketinggian suatu lokasi pengambilan sampel harus
sama atau lebih tinggi dari lokasi pengambilan sampel
sebelumnya, agar tidak ada sampel yang terlindung
dari terpaan angin laut. Jarak sampel isolator dari
pantai ditetapkan sama dengan jarak terpendek dari
lokasi pengambilan sampel ke pinggir pantai. Jarak
lokasi isolator dari pantai dan ketinggian daerah
pengambilan isolator diperoleh dari Peta Rupa bumi
tahun 1982.
Tingkat intensitas polusi pada suatu isolator dinyatakan
dengan mengukur daya hantar listrik (konduktivitas)
larutan polutan dalam air murni. Kemudian
dicari konsentrasi larutan garam dalam air murni yang
pada suhu dan volume air murni yang sama mempunyai
konduktivitas yang sama dengan hasil
pengukuran konduktivitas larutan polutan. Karena
konduktivitas larutan polutan disetarakan dengan
konduktivitas larutan garam dalam air, maka metode
pengukuran ini disebut metode “Equivalent Salt
Deposit Density” (ESDD). Pengukuran tingkat intensitas
polutan yang mencemari suatu isolator dengan
metode ini disebut metode ESDD [6,7,8].
Prosedur pengukuran tingkat intensitas polutan
dengan metode ESDD adalah sebagai berikut:
Suatu gelas ukur dibersihkan dengan air destilasi.
Setelah bersih, gelas ukur diisi dengan 500 ml air
destilasi yang akan digunakan mencuci isolator
(selanjutnya disebut air pencuci). Ke dalam air
pencuci dimasukkan empat carik kain kasa steril
ukuran 16 cm x 16 cm dan satu sikat plastik yang
sudah terlebih dahulu dibersihkan dengan air destilasi.
Gelas ukur yang berisi air pencuci ditempatkan dalam
ruangan pendingin hingga temperatur air pencuci
mencapai 200 C. Air pencuci diaduk agar temperaturnya
merata. Saat temperatur air pencuci mencapai 200
C, konduktivitas air pencuci diukur dengan alat
pengukur konduktivitas. Selama pengukuran, kain
kasa dan sikat plastik tetap berada dalam gelas ukur.
Alat ukur yang digunakan adalah konduktivitimeter
merek HANNA, Type HI 9032. Alat ukur ini
dikalibrasi terlebih dahulu dengan “buffer” yang
sesuai dengan kondukvitas air pencuci.
Konduktivitas air pencuci disetarakan dengan konduktivitas
konsentrasi larutan garam NaCl dalam air
murni. Kesetaraannya ditentukan dengan mencari
konsentrasi garam dalam larutan air murni yang
konduktivitasnya sama dengan konduktivitas air
pencuci.
terima kasih atas informasinya mas
BalasHapus